Lintas Kepri

Infromasi

Bawaslu Gelar Diskusi Publik Tangkal Hoaks dan Politisasi SARA Jelang Pilkada 2020

Feb 19, 2020
Bawaslu Gelar Diskusi Publik Tangkal Hoax dan Politisasi SARA Jelang Pilkada 2020.
Bawaslu Gelar Diskusi Publik Tangkal Hoax dan Politisasi SARA Jelang Pilkada 2020.
Bawaslu Gelar Diskusi Publik Tangkal Hoax dan Politisasi SARA Jelang Pilkada 2020.

Tanjungpinang, LintasKepri.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kepri menggelar diskusi publik menangkal berita bohong (hoaks) dan politisasi SARA jelang pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020.

Diskusi yang digelar tersebut menghadirkan 3 narasumber yakni KIPP Indonesia Kaka Suminta, Ketua Presidium Mafindo Septiaji Eko Nugroho, dan Dit Reskrimsus Polda Kepri dihadiri Kanit Subdit V Kompol I Putu Bayu Pati, Rabu (19/2) di Hotel CK Tanjungpinang.

“Kita sepakat bahwa hoaks harus diperangi dengan cara menangkal segala bentuk berita maupun informasi bohong. Ini menjadi tantangan kita bersama,” kata KIPP Indonesia, Kaka Suminta.

Dia menegaskan, seluruh elemen baik itu TNI-Polri, dan pemerintah maupun masyarakat harus sama-sama ikut memerangi berita hoaks dan politisasi SARA. Karena, akibat yang ditimbulkan oleh berita hoaks dapat merugikan semua pihak. ungkapnya

“Penyebaran hoaks banyak sekali ditemukan melalui media sosial (medsos) seperti Facebook, WhatsApp, Twitter dan lainnya yang dengan gampang menyebarluaskan informasi yang belum tentu fakta atau sebenarnya,” tambah kata Ketua Presidium Mafindo, Septiaji Eko Nugroho.

Penyebaran berita hoax, sambungnya, tidak dipungkiri penyebab salah satu terjadinya permusuhan di masyarakat.

“Kita harus lebih bijak lagi memilih dan memberikan informasi/berita agar tidak menimbulkan konflik,” ungkapnya.

Penyebaran hoaks di Indonesia terbilang dahsyat. Hanya bermodalkan internet atau wifi sudah dapat menyebarkannya.

“Ditambah lagi susah dilacak,” ucap Kompol I Putu Bayu Pati.

Berita hoaks juga dapat memperdaya orang agar yakin dengan apa yang disampaikan dalam berita itu. Sehingga, bisa menyebabkan propaganda atau konflik dan penyebaran bisa melalui teks, video dan gambar.

“Penyebarannya bisa menggunakan email, medsos, radio, televisi dan situs web,” katanya.

(cho)

Bagikan Berita :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *