JAKARTA, Lintaskepri.com – Universitas Indonesia (UI) menjatuhkan sanksi administratif berupa skorsing akademik selama satu semester kepada Ketua BEM nonaktif UI Melki Sedek Huang dalam kasus kekerasan seksual.
Hal itu tertuang dalam Keputusan Rektor UI Nomor 49/SK/R/UI/2024 tentang Penetapan Sanksi Administratif terhadap Pelaku Kekerasan Seksual Atas Nama Melki Sedek dengan Nomor Pokok Mahasiswa 1906363000 Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Keputusan rektor tersebut telah dikonfirmasi oleh Kepala Biro Humas dan KIP UI Amelita Lusia.
“Rekomendasi sanksi dari Satgas PPKS yang ditetapkan dengan Keputusan Rektor,” kata Amelita kepada CNNIndonesia.com, Rabu (31/1), merujuk pada Keputusan Rektor UI Nomor 49/SK/R/UI/2024.
Keputusan itu telah ditetapkan di Jakarta, 29 Januari 2024 oleh Rektor UI Ari Kuncoro. Turut tercantum bahwa keputusan itu berlaku sejak ditetapkan.
“Bahwa saudara Melki Sedek dengan Nomor Pokok Mahasiswa 1906363000 terbukti melakukan kekerasan seksual berdasarkan hasil pemeriksaan, alat bukti, serta keterangan pihak terkait yang telah dihimpun oleh Satgas PPKS UI,” demikian bunyi keputusan Rektor UI, dikutip Rabu ini.
Adapun Satgas PPKS UI menyimpulkan bahwa Melki telah terbukti melakukan jenis kekerasan seksual dalam bentuk: 1) menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan korban, dan 2) mempraktikkan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan yang bernuansa kekerasan seksual, mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 dan Peraturan Rektor Universitas Indonesia Nomor 91 Tahun 2022 Pasal 5 Ayat (2) huruf (l) dan huruf (o).
“Menetapkan sanksi administratif kepada saudara Melki Sedek dengan Nomor Pokok Mahasiswa 1906363000, berupa: 1. Skorsing akademik selama satu semester,” Diktum Kesatu putusan.
Dijelaskan bahwa dalam masa skorsing tersebut, pelaku dilarang menghubungi, melakukan pendekatan, berada dalam lokasi berdekatan, dan/atau mendatangi korban; aktif secara formal maupun informal dalam organisasi dan kegiatan kemahasiswaan pada tingkat program studi, fakultas, dan universitas; dan berada di lingkungan kampus UI.
Selama masa skorsing, pelaku wajib mengikuti konseling psikologis. Oleh karenanya, pelaku diperkenankan hadir atau berada di lingkungan kampus UI hanya pada saat harus menghadiri sesi-sesi konseling/edukasi tentang kekerasan seksual yang dilaksanakan secara khusus dengan tatap muka langsung di Kampus UI.
Adapun laporan hasil konseling tersebut menjadi dasar bagi Rektor UI untuk menerbitkan surat keterangan bahwa pelaku telah melaksanakan sanksi yang dikenakan.
“Pelaku wajib menandatangani surat pernyataan bermaterai yang menyatakan telah melakukan kekerasan seksual, menerima sanksi yang diberikan, dan tidak akan mengulangi perbuatan tersebut pada siapa pun, kapan pun, dan di mana pun,” mengutip putusan.
Dalam putusan disebutkan bahwa Satgas PPKS UI wajib memberikan pelayanan psikis dan bantuan hukum kepada para korban jika dibutuhkan atau atas permintaan para korban.
Satgas PPKS UI juga diminta mengoordinasikan dan melaksanakan program konseling/edukasi pada pelaku sesudah penetapan rekomendasi melalui Surat Keputusan Rektor Universitas Indonesia.
Selain itu, Satgas PPKS UI turut melakukan pemantauan terhadap pelaku untuk memastikan bahwa pelaku tidak melanggar hal-hal yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada Diktum Kesatu.
“Bila pelaku terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada Diktum Kesatu, Satgas dapat merekomendasikan sanksi lebih berat lagi hingga berupa dikeluarkannya pelaku dari Universitas Indonesia,” bunyi putusan Rektor UI.
Putusan tersebut menjelaskan bahwa Rektor melalui Satgas PPKS UI wajib memberikan perlindungan keamanan kepada para korban dan saksi dari ancaman dan intimidasi terlapor atas laporan maupun kesaksian yang diberikan.
Lebih lanjut, putusan Rektor UI menyatakan bahwa Melki maupun korban masih dapat meminta pemeriksaan ulang apabila keputusan tersebut dinilai tidak adil.
“Dalam hal Keputusan Rektor sebagaimana dimaksud di atas dianggap tidak adil, korban atau pun pelaku berhak untuk meminta pemeriksaan ulang yang harus diajukan paling lambat 14 hari kalender sejak diterimanya Surat Keputusan Rektor oleh para pihak yang berisi keputusan Rektor atas kasus yang dilaporkan,” mengutip putusan. (Cnn)
Editor: Mfz