Lintaskepri.com, Tanjungpinang – Fenomena joki skripsi di kalangan mahasiswa kini menjadi isu yang semakin mengkhawatirkan.
Layanan ini telah menjamur dan semakin sulit dikendalikan, sebab mengancam integritas akademik dan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.
Joki skripsi merupakan praktik di mana mahasiswa membayar pihak lain untuk menyelesaikan tugas akhir atau skripsi mereka.
Meskipun belum ada sanksi yang tegas dan larangan resmi atas praktik ini, dampaknya sangat merugikan.
Mahasiswa yang seharusnya memperoleh gelar akademik secara jujur dan berkompeten justru memilih jalan pintas, mengabaikan proses yang seharusnya membentuk kemampuan kritis dan penelitian mereka.
Menanggapi hal itu, Dosen Stisipol Raja Haji Tanjungpinang, Endri Bagus Prastiyo, menyebutkan praktik tersebut tidak dibenarkan dan menyimpang.
Kemudian mahasiswa yang menggunakan jasa joki ini dipastikan belum siap dan mampu dalam menempuh tugas akhir.
“Jadi banyak mahasiswa yang tidak siap, mereka merasa masih ragu dengan hasil penelitiannya, jadi jalan cepat yang dilalui satu satunya dengan joki tersebut,” kata Endri, Rabu (24/7/2024).
Menurutnya para joki ini tidak bisa dipertanggung jawabkan secara akademis dalam mengolah tugas skripsi yang di berikan oleh pelanggan.
“Ironinya joki ini hanya copas saja, tidak tau latar belakang penelitian seperti apa, data yang diambil tidak akurat dan masih banyak yang tidak sinkron dan tidak sesuai dalam kaidah penulisan skripsi,” tuturnya.
“Dulu itu sempat kejadian pada mahasiswa di salah satu universitas di Sumatera Selatan, dan ketahuan sama pemilik skripsi yang asli karena di duplikat sama si joki ini, jadi ini sangat bahaya sekali,” tegasnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan skema yang diberikan oleh para joki ini sudah naik tingkat dengan mematok tarif dan dikelompokkan menjadi paket khusus.
“Sudah jor joran sekarang pemasarannya, di medsos, mereka jual jasa itu, bahkan dengan skema cicilan, dan ini sangat meresahkan dunia akademis kita,” terangnya.
Menurutnya pengawasan yang kurang ketat oleh perguruan tinggi menjadi faktor utama joki skripsi masih bertahan hingga saat ini.
“Untuk Stisipol saat ini kami punya alat filter plagiasi, alat itu bisa mendeteksi apakah mahasiswa menggunakan joki atau tidak dalam pengerjaan tugas dan skripsi,” jelasnya.
Meski alat plagiasi tersebut tidak sepenuhnya akurat mendeteksi plagiat, namun dalam pelaksanaan dapat membantu kampus meminimalisir tingkat plagiasi yang tinggi nilainya.
Oleh karena itu, ia mengimbau kepada mahasiswa untuk tidak menggunakan joki skripsi karena hal itu dapat membuat buruk citra perguruan tinggi di masyarakat.
“Janganlah sekali kali menggunakan joki, karena tidak ada untungnya, selain membuat rugi mahasiswa secara material, juga secara pemikiran tidak dapat dipertanggung jawabkan, juga membuat rugi kampus,” imbuhnya. (Mfz)
Editor: Ism