MUI Kepri Sebut Serangga Tak Layak Jadi Lauk Makan Bergizi

Muhammad Faiz
Ilustrasi sate ulat sagu. Foto: RRI.co.id

Lintaskepri.com, Tanjungpinang – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kepulauan Riau (Kepri) menyebut ulat sagu sebagai opsi pengganti lauk pada makan bergizi gratis (MBG) tidak layak.

Meskipun ada beberapa studi ilmiah yang menyebutkan bahwa ulat sagu terdapat protein yang tinggi, namun faktanya masyarakat Indonesia belum familiar terhadap makanan yang dianggap tak lazim ini.

Direktur Halal MUI Kepri, Khairuddin Nasution menegaskan Badan Gizi Nasional harus mempertimbangkan secara matang sebelum wacana tersebut dijalankan.

Menurutnya, masih banyak lauk yang mengandung protein tinggi lainnya, dibandingkan ulat atau serangga yang diusulkan tersebut.

“Kalau bisa makanan dan lauknya yang halal saja, begitu juga dengan penyedia makanannya, harus mempunyai sertifikat halal agar makanan yang dikonsumsi dijamin dari segi kebersihan dan kesehatannya,” ujar Khairuddin, Senin (3/1/2025).

Kendati demikian, ia tak mempersalahkan jika belalang dan serangga untuk dikonsumsi, namun yang menjadi pertanyaan apakah layak atau tidak dengan begitu besarnya komoditas ternak yang dihasilkan oleh para petani Indonesia.

“Padi kita banyak, ayam, ikan, dan lainnya, kenapa harus opsi nya serangga,” tanyanya.

Lebih lanjut, Ia menyarakan agar makanan pokok yang telah dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan menjadi kebutuhan sehari hari untuk tidak diubah dan diganti.

Terkait hal ini, pihaknya akan berkoordinasi dengan MUI pusat lebih lanjut untuk mengetahui perkembangan wacana yang telah diusulkan itu.

“Jadi jangan di ajarkan rakyat kita yang notabene nya makan beras dan lauknya ikan, ayam, sayur mayur diganti, itu tidak baik,” ucapnya.

Sebelumnya, Ketua Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hidayana mengusulkan menu tak lazim untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG), yaitu belalang dan ulat sagu.

Kandungan protein dari belalang dan ulat sagu dinilai oleh Kepala BGN sesuai dengan kebutuhan gizi masyarakat di beberapa wilayah.

Dadan Hidayana mengungkapkan program ini dirancang untuk menyesuaikan potensi sumber daya lokal dan menghormati kebiasaan makan masyarakat setempat

Meskipun kaya gizi, penerapan belalang dan ulat sagu sebagai menu MBG memerlukan pertimbangan matang terkait ketersediaan bahan pangan dan penerimaan masyarakat setempat. (Mfz)

Simak Berita Terbaru Langsung di Ponselmu! Bergabunglah dengan Channel WhatsApp Lintaskepri.com disini