Lintaskepri.com, Jakarta — Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Ansar Ahmad meminta Komisi II DPR RI untuk membahas dan mendorong pengesahan Undang-Undang Provinsi Kepulauan.
Hal ini disampaikan dalam Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Menteri Dalam Negeri, gubernur, serta bupati/wali kota se-Indonesia, Rabu (30/4/2025) di Jakarta.
Dalam paparannya, Gubernur Ansar menjelaskan posisi strategis Kepri sebagai wilayah kepulauan yang berada di salah satu titik tersibuk perdagangan dunia.
Dengan 96 persen wilayahnya berupa lautan, Kepri memiliki potensi besar di sektor kelautan yang dapat dimaksimalkan untuk kesejahteraan masyarakat.
Namun demikian, menurut Ansar, potensi tersebut belum dapat dioptimalkan sepenuhnya karena berbagai keterbatasan regulasi dan pembagian kewenangan yang belum berpihak pada daerah kepulauan.
“Masih banyak hal yang harus didiskusikan lebih lanjut, termasuk penghitungan Dana Alokasi Umum (DAU) yang belum memberikan tambahan signifikan bagi daerah kepulauan,” ungkap Ansar.
Ia mengingatkan bahwa amanat konstitusi dalam UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan, dan sudah seharusnya daerah perbatasan mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat.
“Jangan sampai kita mengkhianati konstitusi. Sudah saatnya wilayah perbatasan dan kepulauan mendapat perhatian khusus,” tegasnya.
Ansar juga menyoroti bahwa RUU tentang Provinsi Kepulauan telah beberapa kali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), namun tak kunjung disahkan.
Ia berharap regulasi ini segera diwujudkan demi pemerataan pembangunan dan kesejahteraan di wilayah kepulauan.
“Masih ada masyarakat kita di wilayah perbatasan yang merasa belum merdeka. Mereka adalah garda terdepan, tapi belum mendapat dukungan maksimal,” katanya.
Selain itu, politisi Partai Golkar ini turut menyinggung belum optimalnya pemanfaatan wilayah laut 12 mil oleh pemerintah daerah, meskipun telah dijamin dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Penataan ruang laut masih sepenuhnya dikendalikan pemerintah pusat, termasuk melalui mekanisme PKKPRL dan perizinan kapal perikanan. Padahal itu seharusnya bisa dikelola pemerintah provinsi,” ujarnya.
Ia juga mengusulkan skema bagi hasil Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari pemanfaatan laut agar bisa menjadi sumber pendapatan tambahan bagi provinsi. Namun hingga saat ini, usulan tersebut belum mendapatkan realisasi.
“Retribusi dari perizinan kapal perikanan bisa mendukung fiskal daerah, tapi kini sebagian besar kewenangannya telah ditarik ke pusat,” keluhnya.
Di luar isu regulasi, Gubernur Ansar juga melaporkan perkembangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kepri, kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), serta kondisi kepegawaian dan reformasi birokrasi di wilayahnya.
Raker dan RDP yang digelar Komisi II DPR RI ini berlangsung selama tiga hari sejak Senin (28/4/2025) dan diikuti oleh 13 provinsi, termasuk DKI Jakarta, Papua, Jateng, Sulsel, Bengkulu, Riau, Kepri, Kalteng, Sulbar, Sulteng, Gorontalo, Papua Pegunungan, dan Maluku Utara.
Kegiatan dipimpin oleh Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda dan dihadiri Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk.
Komisi II DPR RI dalam forum ini mendengarkan laporan kepala daerah terkait tiga agenda utama: dana transfer pusat ke daerah, kinerja BUMD dan BLUD, serta pengelolaan kepegawaian dan reformasi birokrasi.(*)