Lintaskepri.com, Tanjungpinang – Nilai ekspor dan impor di Kepulauan Riau (Kepri) menunjukkan pergerakan yang fluktuatif per September 2024.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kepri mencatat sejumlah komoditas penting seperti sektor pertanian, migas, non-migas, dan industri mencatat kenaikan dan penurunan yang signifikan.
Ekspor Kepri pada September 2024 tercatat mencapai US$ 1,51 miliar, mengalami penurunan sebesar 11,05 persen dibandingkan bulan sebelumnya, Agustus 2024. Di sisi impor, nilainya mencapai US$ 1,34 miliar, turun 5,65 persen dari Agustus 2024.
Di sektor migas, ekspor pada September 2024 mengalami peningkatan sebesar 8,83 persen menjadi US$ 258,66 juta. Namun, ekspor non-migas justru turun 14,28 persen menjadi US$ 1,25 miliar dibandingkan bulan sebelumnya.
Selama periode Januari hingga September 2024, ekspor non-migas terbesar tercatat berasal dari mesin atau peralatan listrik (HS 85), dengan nilai mencapai US$ 5,23 miliar atau sekitar 44,90 persen dari total ekspor non-migas.
Negara tujuan utama ekspor Kepri selama periode tersebut adalah Singapura dan Amerika Serikat. Ekspor ke Singapura mencapai US$ 4,45 miliar (31,52 persen), sementara ekspor ke Amerika Serikat mencapai US$ 2,96 miliar (25,42 persen).
Pelabuhan utama yang mendukung kegiatan ekspor di Kepri mencakup Batu Ampar, Kabil, Sekupang, Tanjungbalai Karimun, dan Tarempa, dengan kontribusi sebesar 91,41 persen dari total nilai ekspor.
Dari sisi impor, sektor non-migas mendominasi dengan kontribusi sebesar 88,47 persen dari total impor pada periode Januari hingga September 2024. Sektor industri menyumbang 88,39 persen, sementara migas berkontribusi 11,53 persen.
Penurunan terbesar pada ekspor non-migas pada September 2024 terjadi pada kategori HS 85, yakni mesin-mesin atau peralatan listrik, dengan penurunan sebesar US$ 118,63 juta dibandingkan Agustus 2024.
Sekretaris Daerah Provinsi Kepri, Adi Prihantara, mengungkapkan bahwa meski terdapat fluktuasi, ekspor impor Kepri masih dalam kategori surplus.
Ia menjelaskan, faktor utama penurunan adalah melemahnya daya beli masyarakat, serta ketergantungan pada barang-barang impor dari negara seperti Tiongkok dan Taiwan.
“Pemerintah tengah berupaya menekan ketergantungan impor, dan aturan mengenai hal tersebut berada di bawah kewenangan kementerian terkait,” ujarnya singkat. (Mfz)
Editor; Ism