Lintaskepri.com, Batam – Polda Kepulauan Riau bersama Polresta Tanjungpinang resmi mengungkap jaringan mafia tanah yang merugikan ratusan masyarakat di wilayah Tanjungpinang, Batam, dan Bintan.
Kasus ini dipaparkan dalam konferensi pers , yang digelar pada Kamis (3/7/2025), di Gedung Lancang Kuning Polda Kepri.
Kapolda Kepri, Irjen. Pol. Asep Safrudin, menegaskan bahwa praktik mafia tanah ini berlangsung sejak 2023 hingga 2025.
Para pelaku menggunakan berbagai cara terorganisir untuk menipu korban, mulia dari mengaku sebagai pejabat kementerian, menggunakan atribut resmi palsu, mencetak sertifikat tanah ilegal serta ,embuat situs web tiruan mirip domain pemerintah.
“Kami tidak akan tinggal diam. Mafia tanah akan ditindak tegas tanpa pandang bulu,” tegas Kapolda.
Kapolda menambahkan bahwa tindakan pelaku bukan hanya bentuk pemalsuan dokumen, tetapi juga manipulasi kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan pemerintah.
Dalam pengungkapan ini, petugas berhasil mengamankan sejumlah barang bukti, antara lain 44 sertifikat tanah palsu (10 elektronik, 34 analog), 2 peta lokasi mengatasnamakan BP Batam, 12 faktur UWT palsu dan 2 dokumen berkop BP Batam lainnya.
Penyidikan mengungkap bahwa para pelaku menjual tanah menggunakan sertifikat palsu dengan harga murah, bahkan membuat sertifikat elektronik dengan barcode dan geolocation palsu.
Temuan awal menunjukkan distribusi sertifikat palsu tersebar di Tanjungpinang: 17 sertifikat analog, Bintan: 14 analog, 3 elektronik dan Batam: 3 analog, 8 elektronik.
Jumlah tersebut masih bisa bertambah seiring penyidikan Satgas Anti Mafia Tanah yang terus berjalan.
Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN Kepri, Nurus Sholichin, menegaskan bahwa pihaknya bekerja sama erat dengan Polda dan Kejati Kepri dalam pemberantasan mafia tanah.
Ia mengimbau masyarakat untuk selalu melakukan verifikasi keaslian dokumen tanah ke kantor pertanahan terdekat, serta memastikan semua proses dilakukan resmi dan transparan.
“Sertifikat tanah yang sah hanya ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota,” tegas Nurus.
Direktur Reskrimum Polda Kepri, Kombes Pol Ade Mulyana mengatakan para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, antara lain Pasal 263 KUHP: Pemalsuan surat, Pasal 378 KUHP: Penipuan, Pasal 55 dan 56 KUHP: Turut serta dan membantu tindak pidana, Pasal 64 KUHP: Perbuatan berlanjut.
“Ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara,” jelasnya.(*)






