Walhi Sorot Penimbungan Mangrove oleh PT Ellang Semestha Indonesia

Avatar
Inilah lokasi penimbunan mangrove (hutan bakau) untuk dijadikan akses jalan ke Perumahan Ellang Indonesia Regency di Jalan Merpati Km 11, Tanjungpinang.
Inilah lokasi penimbunan mangrove (hutan bakau) untuk dijadikan akses jalan ke Perumahan Ellang Indonesia Regency di Jalan Merpati Km 11, Tanjungpinang.

Tanjungpinang, LintasKepri.com – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau, menyoroti soal penimbunan hutan bakau (mangrove) oleh PT. Ellang Semestha Indonesia untuk dijadikan akses jalan ke Perumahan Ellang Indonesia Regency di Jalan Merpati Km 11, Tanjungpinang, Kepulauan Riau.

“Dari konteks mangrove harusnya tidak keluar Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari dinas terkait,” tegas Eksekutif Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau, Riko Kurniawan, dikutip dari detak.media, Sabtu (27/7).

Ia mempertanyakan izin alih fungsi mangrove. “Yang menjadi pertanyaan sekarang, siapa yang menerbitkan izin alih fungsi tersebut,” kata Riko.

Menurutnya, penimbunan tersebut bisa dikatakan ilegal karena hutan mangrove tidak boleh dialih fungsikan.

“Ini masalahnya kenapa dialihfungsikan mangrove tersebut? Kalau belum ada pelepasan alih fungsi berarti aktifitas penimbunan tidak akan terjadi, bisa dikatakan ilegal,” tegas Riko lagi.

Kegiatan penimbunan mangrove yang dilakukan oleh PT Ellang Semestha Indonesia ini kata Riko, agak paradoks karena sangat merugikan lingkungan dan berdampak kedepannya.

img_20190727_144145“Saya lihat para pejabat dan developer perumahan setempat mengangkangi atau melanggar regulasi yang ada di Indonesia. Artinya penimbunan mangrove itu sangat merugikan lingkungan dan tidak melihat dampak kedepannya bagi Kepulauan Riau,” tegas Riko.

Beberapa undang-undang yang mengatur mengenai hutan mangrove antara lain UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataaan Ruang, UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Padahal jika merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil pada bagian keenam Larangan dalam pasal 35 huruf (f) dan (g) yang menjelaskan Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang melakukan konservasi ekosistem mangrove di Kawasan atau Zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, menebang mangrove di kawasan konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman, dan/atau kegiatan lain.

Siapapun yang melanggar pasal 35 huruf (f) dan (g) itu, maka ketentuan pidananya tertuang dalam pasal 73 (1) huruf (b) yang menjelaskan setiap orang yang dengan sengaja menggunakan cara dan metode yang merusak ekosistem mangrove, melakukan konservasi ekosistem mangrove, menebang mangrove untuk kegiatan industri dan permukiman, dan/atau kegiatan lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 huruf e, huruf f, dan huruf g, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,- (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000, (sepuluh miliar rupiah).

(dar/DM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *