Bintan, LintasKepri.com – PT Sinar Bodhi Cipta terus melakukan penimbunan lahan konservasi hutan mangrove seluas 18 hektar, di Tokojo, Kelurahan Kijang Kota, Kecamatan Bintan Timur, hingga Kamis (17/3).
Sangat disayangkan, semula lahan ini telah dibentang garis kuning Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) line, namun penimbunan masih terus berlanjut, terkesan dibiarkan oleh aparat penegak hukum, hingga pengusaha tersebut bebas membabat habis hutan yang dilindungi oleh UU Nomor 27 Tahun 2007 itu.
Rashid, salah satu kelompok masyarakat daerah Kijang Kota, teramat sering menyuarakan perlawanan terhadap penimbunan hutan mangrove di Tokojo itu. Sering kali dia mengirimkan seruan perlawanan kepada pengusaha pengembang perumahan tersebut ke akun BlackBerry Masanger (BBM) wartawan LintasKepri.com sekiranya untuk memberikan informasi terkait perkembangan penimbunan hutan mangrove yang terus berjalan.
“Hari ini Minggu 13/3/2016 nimbun ekosistem mangrove di Tokojo besar-besaran, UU 27 Tahun 2007 tentang wilayah pesisir dan pulau pulau kecil, yang dilegislasi DPR RI tak ada gunanya dan tak ada apa-apanya, fungsi Legislasi dan pengawasan (pasal 20A UUD 45) tidak berlaku untuk di Bintan,” tulis Rashid dalam pesan masanger, Kamis (17/3).
Terus memantau penimbuanan itu, Rashid berkali-kali mengirimkan informasi kepada sejumlah wartawan dari berbagai media yang ada di Tanjungpinang-Bintan untuk menjelaskan penimbunan lahan tersebut. Dia juga merancang selembar surat yang akan dikirimkan kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo untuk menindak tegas pelaku penimbunan itu.
“Kami segera menyampaikan surat yg isinya : Kepada- Yth Bpk Presiden RI – Yth Ketua Komisi III DPR RI. Dengan hormat. Saya, kita dan kami merdeka berdasarkan Pancasila dan UUD 45, yang sekaligus sebagai sumber dari segala sumber hukum. Mohon di Provinsi Kepri, khususnya di Kabupaten Bintan, sudah waktunya dan sudah seharusnya ditempatkan dan ditugaskan aparat penegak hukum yg mampu menindak kejahatan yang dilakukan oleh penguasa dan pengusaha,” paparnya kepada LintasKepri.com dengan kesimpulan.
Dia memohon suratnnya ditanggapi segera, dengan memaksa pemerintah pusat menyatakan ketegasan “apakah Provinsi Kepri khususnya Bintan masih masuk wilayah NKRI”. Kemudian surat itu ditembusan kepada Menko Polhukam, Sekjen Wantanas, Pengaduan masyarakat KPK, Gubernur Kepri, dan Bupati Kabupaten Bintan.
Sayangnya, Bak pepatah mengatakan “Ayah Kencing Berdiri, Anak Kencing Berlari” sama halnya dengan Pemetik kebijakan di Kabupaten Bintan itu terkesan membiarkan perusahaan tersebut terus menimbun. Seperti itulah model penegakan hukum di Provinsi Kepri.
Terbukti, berulang kali media ini mengkonfirmasi aparat penegak hukum seperti, PPNS Lingkungan Hidup Kabupaten Bintan, BLH, bahkan Bupati Bintan, enggan memberikan komentar. Bahkan, kesemuanya terkesan lepas tangan.
Pihak PT Sinar Bodhi Cipta juga tidak dapat memberikan jawaban atas penimbunan tersebut. Saat media ini mendatangi kantornya, pengusaha enggan bertemu. Terkesan alergi dengan wartawan.
Tidak hanya itu, kabar yang disampaikan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bintan yang katanya akan menindak tegas pelaku penimbunan itu, hanya “omongan kosong saja”. Sampai hari ini, kesemuanya tidak bersuara dan penimbunan terus berlanjut. (Aji Anugraha)