Tak Dapat Solar Bersubsidi, Nelayan Kampung Bugis Mengadu Ke DPRD Tanjungpinang

Avatar
Nelayan Kampung Bugis saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Tanjungpinang, Selasa (9/5).
Nelayan Kampung Bugis saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Tanjungpinang, Selasa (9/5).
Nelayan Kampung Bugis saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Anggota DPRD Tanjungpinang, Selasa (9/5).

Tanjungpinang, LintasKepri.com – Sekitar puluhan nelayan Kelurahan Kampung Bugis menemui Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tanjungpinang, Selasa (9/5).

Mereka datang untuk mengadu tentang terputusnya BBM jenis Solar bersubsidi yang tidak lagi mereka dapatkan.

Para nelayan pun disambut oleh Wakil Ketua I DPRD Tanjungpinang, Ade Angga, Wakil Ketua II DPRD Tanjungpinang, Ahmad Dhani dan Burman Sirait anggota DPRD Tanjungpinang, dan akhirnya melakukan rapat dengar pendapat yang dihadiri oleh Kepala Dinas P3, Raja Khairani beserta jajarannya dan perwakilan dari Dinas Perhubungan Kota Tanjungpinang.

Nelayan mengaku tidak tahu tentang adanya aturan yang telah mengatur pemberian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi harus melakukan registrasi administrasi terlebih dahulu. Karena itu mereka mencari informasi ke DPRD Tanjungpinang untuk mendapatkan kejelasan.

Ketua Kelompok Nelayan Kampung Bugis, Hanafi kepada wartawan, Selasa (9/5), usai gelar Rapat Dengar Pendapat bersama Anggota DPRD Tanjungpinang menuturkan sudah menanyakan hal ini kepada DP3 (Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan) Tanjungpinang. Hanya saja selalu ditolak.

“Katanya harus ada persyaratan ini dan itu,” ungkapnya.

Sementara, kata Hanafi, Pemko Tanjungpinang tidak ada melakukan sosialisasi kepada nelayan tentang apa saja persyaratan untuk mendapatkan BBM bersubsidi.

“Setahu kami, dulu tidak ada aturan-aturan seperti ini, dan mempersulit nelayan,” tegas dia.

Dari RDP tersebut, akhirnya para nelayan mendapatkan pencerahan. Menurut mereka (nelayan,red) memang pengurusan administrasi tersebut sangat mudah. Hanya saja nelayan tidak pernah mendapat sosialisasi dari pemerintah setempat hingga akhirnya tidak tahu bagaimana dan apa yang ingin diurus.

“Setelah RDP kami jadi tahu yang harus diurus itu apa. Ada Pass Kecil (sejenis STNK) dan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Dinas P3, barulah kita dapat membeli BBM bersubsidi. Ini harusnya diingatkan oleh pemerintah, kalau buat aturan itu, jangan disimpan. Tapi disosialisasikan, biar kami tahu. Kami yakin semua nelayan di Tanjungpinang ini belum tahu tentang aturan ini,” papar Hanafi.

Nelayan Kampung Bugis saat foto bersama dengan Anggota DPRD Tanjungpinang usai Rapat Dengar Pendapat (RDP), Selasa (9/5).
Nelayan Kampung Bugis saat foto bersama dengan Anggota DPRD Tanjungpinang usai Rapat Dengar Pendapat (RDP), Selasa (9/5).

Hanafi menjelaskan karena kesulitan untuk mendapatkan BBM sebagai pendukung untuk berlayar guna menangkap ikan, para nelayan terpaksa membeli Solar non subsidi.

Meskipun harganya tidak terlalu jauh bila dibandingkan dengan pendapatan perhari, menurut Hanafi tidak mencukupi.

Kata dia harga Solar subsidi itu mencapai Rp5150 perliter, dan untuk non subsidi Rp8000 perliter. Sementara perharinya rata-rata nelayan menggunakan sekitar 20 liter bahan bakar Solar.

“Pendapatan perhari menutupi minyak non Subsidi. Sedangkan untuk belanja keluarga jadi menurun. Makanya kami memperjuangkan minyak subsidi ini, tapi kok merasa seperti dipersulit,” tegas Hanafi.

Katanya di Kampung Bugis ada sekitar 62 kepala keluarga yang membiayai 62 KK. Hanafi menilai dan menyayangkan pemerintah seperti tidak memperhatikan kaum nelayan.

Dengan adanya perubahan aturan, harusnya pihak dinas terkait yang turun ke masyarakat, menjemput bola agar masyarakat mengetahui dan cepat mengurus administrasi yang ditentukan oleh aturan baru tersebut.

Sebelumnya juga, Wakil Ketua I DPRD Kota Tanjungpinang, Ade Angga mengatakan, terkait hal ini sebetulnya masalah kurang sosialisasi dari Pemerintah Kota Tanjungpinang melalui dinas terkait. Sehingga para nelayan tidak bisa berbuat apa apa dan tidak paham.

Ade Angga sangat yakin bukan hanya nelayan Kampung Bugis saja yang mengalami hal ini. Bahkan seluruh kelompok nelayan di Kota Tanjungpinang pun tidak diberitahukan melalui dinas terkait.

“Dinas P3 seharusnya ada penyuluhan dan penyuluh itulah yang menyampaikan terhadap nelayan tersebut agar para nelayan bisa mengerti,” tegas dia.

Ade meminta kepada nelayan agar bisa membentuk koperasi yang bertujuan untuk mengurus secara berkelompok.

“Kalau sendiri sendiri mungkin Dinas P3 juga mengalami kesulitan untuk melayaninya,” tutup dia.

Sementara itu, terkait hal ini, Kepala Dinas P3 Tanjungpinang, Raja Khairani mengaku hal ini baru dapat disosialisasikan dikarenakan baru saja ada payung hukumnya seperti peraturan walikota (Perwako).

“Ini memang masalah komunikasi saja. Kami, memang baru dapat memproses karena baru ada Perwakonya. Yang jelas tadi kita sudah sosialisasi, dan nelayan juga sudah mengerti. Selanjutnya kami akan menunggu mereka mengajukan,” tutur Raja Khairani.

Dirinya yang pernah menjabat Kepala BKD Tanjungpinang ini mengatakan pihaknya akan melakukan sosialisasi terkait aturan baru tersebut kepada nelayan. Hal itu dilakukan agar selanjutnya tidak ada lagi permasalahan dan juga untuk memudahkan nelayan di perairan Tanjungpinang.

Sedangkan menurut Kasi Keselamatan dan Pelayaran Bidang Pelayaran dan Udara M. Habib mengatakan Pass Kecil salah satu persyaratan untuk mendapatkan minyak subsidi.

Kata dia untuk mendapatkan Pass Kecil minimal ada Life Jacket (Rompi Keselamatan) dan lampu navigasi.

“Pass Kecil merupakan identitas suatu kapal sebagai kelengkapan untuk berlayar. Masa berlaku Pass Kecil itu selama 1 tahun,” katanya.

(Iskandar)

banner 728x90

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *