Anambas, LintasKepri.com – Dengan adanya program Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD), menjadi salah satu vitamin bagi masyarakat untuk kembali merajut asa. Khususnya bagi masyarakat yang selama ini terkurung dalam keterisolasian.
Desa Air Biru, Kecamatan Jemaja, Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau (KKA), merupakan salah satu Desa yang belum pernah merasakan kemerdekaan kemudahan akses transportasi, khususnya jalur darat.
Betapa tidak, masyarakat Desa yang berada di salah satu daerah perbatasan itu, harus rela menerjang ganasnya ombak air laut, jika ingin bersambang ke Mampok, yang merupakan Desa tetangganya.
Namun dengan dibukanya akses jalan yang menghubungkan antara kedua Desa tersebut, melalui program TMMD ke 106 diwilayah Kodim 0318/Natuna, kini masyarakat mulai bisa bernafas lega. Sebab, tidak lama lagi mereka akan merasakan kemudahan dalam bertransportasi.
Hal itu diutarakan oleh Kepala Badan Peermusyawaratan Desa (BPD) Air Biru, Ari. Menurutnya, dengan dibukanya akses jalan dari Desa Mampok ke Desa Air Biru, akan mampu menyingkap isolasi antar kedua Desa tersebut.
“Alhamdulillah, sebentar lagi masyarakat tidak perlu memutar jauh dengan menggunakan pompong, ketika ingin pergi ke Desa tetangga,” ucap Ari, saat mendampingi Tim Wasev TMMD ke 106 diwilayah Kodim 0318/Natuna, pada Kamis (25/10/2019) kemarin.
Saat ini Satgas TMMD ke 106 memang baru membuka jalan antara Desa Mampuk ke Desa Air Biru, dengan lebar 9,5 meter dan panjang 2000 meter (2 Kilometer). Untuk itu Ari bersama seluruh masyarakat Desa Air Biru berharap, kedepan Pemerintah setempat dapat melanjutkan pembangunan pembukaan jalan tersebut, yang diperkirakan masih tersisa sekitar 4 Kilometer lebih.
“Mudah-mudahan kedepan pembangunannya dilanjutkan oleh Pemerintah, supaya cepat tembus,” harap Ari, mewakili warganya.
Karena kata Ari, selama ini warga masyarakat Desa Air Biru maupun warga Desa Mampok, selalu memutar mengelilingi pulau Jemaja untuk menuju ke Desa tetangganya, dengan menggunakan transportasi laut, yang memiliki resiko tinggi.
Hal itu lantas dapat menghambat arus transportasi orang dan barang, dari kedua Desa terisolir tersebut.
“Segala kebutuhan pelayanan kesehatan maupun pendidikan bagi masyarakat saat ini, membutuhkan usaha dan perjuangan melawan maut. Karena kalau pas cuaca buruk, pompong (perahu motor, red) warga tidak berani beroperasi, karena beresiko tinggi,” sebut Ari.
Belum lagi jika ada warga mereka yang mengalamai sakit parah, terpaksa harus menunggu cuaca bersahabat, agar bisa berobat. Lantaran di Desa yang mereka huni saat ini, belum terdapat fasilitas kesehatan yang memadai.
Laporan : Erwin Prasetio/Tim