Tanjungpinang, LintasKepri.com – Pengamat Hukum Tata Negara, Pery Rehendra Sucipta, menegaskan, pemberlakuan pungutan parkir untuk kendaraan roda dua dan empat yang masuk ke Rimba Jaya, Tanjungpinang, melanggar Perda nomor 04 tahun 2016 karena belum mengantongi izin dari pemerintah setempat.
“Kegiatan itu melanggar Perda nomor 04 tahun 2016,” ujarnya, Senin (9/11).
Pery mengungkapkan, seharusnya Pemerintah Kota Tanjungpinang menegakkan Peraturan Daerah (Perda). Karena, setelah anggota DPRD turun langsung ke lokasi kemarin menyampaikan jelas melanggar Perda.
“Di dalam Perda itu kan ada mengatur tentang tata cara perizinan tempat khusus parkir untuk badan usaha yakni pasal 5. Malah ada sanksi dan pidana yaitu pasal 47 kalau badan usaha atau penyelenggara parkir belum mendapatkan izin dari pemerintah daerah. Berarti jelas melanggar Perda kan,” tuturnya.
Adapun bunyi pasal 47 ayat (1) dalam Perda nomor 04 tahun 2016 yaitu setiap badan usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 yang tidak memiliki izin dari pemerintah daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah tindak pelanggaran.
Sehingga, sambung Pery, ketentuan yang harus menegakkan Perda itu adalah Pemerintah Kota Tanjungpinang. Setiap penyelenggaraan parkir yang dilaksanakan oleh badan usaha wajib mendapatkan izin dari pemerintah daerah.
“Karena di dalam Perda sudah diatur,” ungkapnya.
Pery kembali menegaskan, jika sudah terpenuhi unsur-unsur melanggar ketentuan di dalam Perda tersebut artinya kegiatan yang diselenggarakan selama ini (pungutan parkir) melanggar hukum.
“Pungutan terhadap uang itu ya pungutan melanggar hukum. Kalau pungutan yang melanggar hukum, maka Rimba Jaya tidak punya keabsahan, dan tidak punya hak untuk memungut,” tegasnya.
Sehingga, sambung Pery, pihak Rimba Jaya harus mengembalikan uang yang sudah terkumpul ke masyarakat karena belum mengantongi izin dan melanggar Perda.
“Harus dikembalikan ke masyarakat. Ngapain kita punya Perda kalau tidak bisa ditegakkan. Kalau mereka (Rimba Jaya) masih terima pungutan parkir, ya berarti itu seperti pungutan liar (pungli),” terangnya.
Pery menuturkan, masyarakat bisa saja melapor pihak Rimba Jaya karena kegiatan itu tidak sesuai Perda. Bahkan bisa ketentuan pidana lainnya yang mengatur tentang kegiatan dilakukan seorang atau badan hukum yang menyimpang dari ketentuan pidana.
“DPRD kan sudah turun selaku pengawasan. Pelanggarannya kan sudah jelas, kegiatannya juga ada, tanpa izin dari Pemkot Tanjungpinang dan ada sanksinya. Jadi, Pemkot Tanjungpinang harus komit menegakkan Perda,” ujarnya.
Akademisi Hukum Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang ini mengingatkan tidak ada dasar pengecualian atau mengesampingkan Perda.
“Sekarang bolanya ini ada di Pemkot Tanjungpinang,” tutup Pery.
Sebelumnya, Komisi III DPRD Tanjungpinang sudah melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Rimba Jaya pada Sabtu (7/11) lalu.
Komisi III menilai pungutan parkir yang dilakukan oleh pengelola Rimba Jaya melanggar Perda karena belum mengantongi izin.
“Belum ada izin. Melanggar Perda Nomor 4 tahun 2016,” tegas Wakil Ketua Komisi III DPRD Tanjungpinang, Surya Admaja, saat turun langsung melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi, Sabtu (7/11) kemarin.
Dia juga menilai pungutan parkir itu berpotensi terjadinya pungutan liar (pungli) karena tidak mengantongi izin. Pihak Dishub juga tidak pernah memberikan rekomendasi awal pemberlakuan pungutan parkir.
“Tidak mungkin muncul izin dari DPMPTSP kalau belum dapat rekomendasi awal dari Dishub,” tutur Surya.
Politisi Gerindra ini mengungkapkan, berdasarkan informasi yang digali dari petugas Rimba Jaya di lapangan, satu hari untuk penghasilan pungutan parkir kendaraan roda empat dapat meraup Rp1 juta, belum termasuk roda dua.
“Anggap sajalah kotornya Rp1 juta termasuk pendapatan sepeda motor dikalikan 1 bulan kan dapat Rp30 juta. Sementara pajak yang disetorkan hanya Rp1.500.000. Jauhkan analisa pajak yang disetorkan ke negara,” paparnya.
Hanya saja, tiba-tiba pemberlakuan pungutan parkir diberlakukan di Rimba Jaya meski belum mengantongi izin resmi. Tarif parkir yang dipungut pun sudah berlangsung 1 bulan.
Pemilik Rimba Jaya, Juliet, tak mau membebaskan tarif parkir masuk kendaraan ke Rimba Jaya saat dihubungi Komisi III.
“Jadi kami tadi diskusi dan menyarankan kepada penanggung jawab agar dibuka saja portal pintu masuk dan keluar kendaraan karena belum ada izin. Tujuannya agar tidak memberatkan masyarakat. Tapi pemilik Rimba Jaya, Juliet, mempertahankan tetap dipungut,” terang Surya.
Komisi III DPRD Tanjungpinang turun ke Rimba Jaya menanggapi laporan masyarakat. Laporan sudah dua minggu yang lalu.
Komisi III mengingatkan pengelola Rimba Jaya agar segera mengurus izin.
Terpisah, Kabid Lalu Lintas pada Dinas Perhubungan Kota Tanjungpinang, Teguh Susanto, sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Komisi III.
“Saya setuju dengan apa yang disampaikan oleh dewan.
Kami bersama dewan melakukan pembinaan. Karena, pengelola Rimba Jaya belum ada izin soal penerapan pungutan parkir kepada pengunjung. Ini harus ada izin,” tegasnya.
Teguh mengungkapkan, pemerintah tidak melarang Rimba Jaya menerapkan pungutan parkir terhadap pengunjung, tapi harus ada izin.
“Mereka (Rimba Jaya) ngakunya izin diurus Senin,” ucapnya.
Dishub, kata Teguh, sebelumnya juga pernah turun ke lokasi, meninjau, dan berkoordinasi dengan Satpol PP selaku penegak Perda.
“Seharusnya Satpol PP berwenang menindak tegas selaku penegak Perda,” katanya.
(dar)