-Bukti Kejanggalan Izin Timbun Tokojo Mulai Terkuak
Bintan, LintasKepri.com – PT Sinar Bodhi Cipta diduga telah ‘mengangkangi’ aturan pemerintah, karena beberapa izin yang dikeluarkan Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah (BPMPD) dan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Bintan tidak seperti kenyataan di lapangan.
Termasuk bukti pendukung adanya kejanggalan dari penimbunan lahan mangrove seluas 18 Hektar (Ha) di kawasan Tokojo, Kijang, Kabupaten Bintan mulai terkuak sedikit demi sedikit.
Berdasarkan dokumen yang diterima LintasKepri.com, melalui keputusan Kepala Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah (BPMPD) Kabupten Bintan nomor 39/NI-SK/2014 tentang izin bahan galian tanah urug atas nama PT Sinar Bodhi Cipta menjelaskan, peusahaan dilarang menutup akses masyarakat di sekitar lokasi yang telah diberikan izin.
Pada poin d juga dijelaskan, pemegang izin dilarang menimbun pada tempat-tempat yang dianggap suci atau keramat, kuburan, cagar alam dan lain sebagainya, yang lain dan terdapat dalam wilayah/lokasi penimbunan tersebut.
Namun dalam kenyataannya, disekitar area seluas 4800 Ha telah berdiri tembok permanen setinggi tiga meter yang mengepung area itu.
Tidak hanya itu, surat rekomendasi yang dikeluarkan BLH Kabupaten Bintan Nomor 660/BLH-Dalkum/1570 pada tanggal 1 Oktober 2014 lalu, menjelaskan, pemrakarsa (PT SBC,red) tidak diperkenankan melakukan kegiatan di luar lokasi yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bintan, sesuai dengan peruntukan kegiatan lokasi seluas 3,2 Ha dengan jarak 100 meter dari sepadan pantai.
Sementara dalam kenyataannya, penimbunan yang dilakukan PT SBC tidak sesuai dengan diktum di atas. malah lahan yang berada di kawasan RTRW Kabupaten Bintan itu ditimbun hingga menutup laut.
Tentunya adanya kekeliruan dalam pesoalan timbun lahan yang dikeluarkan oleh BPMD dan analisis dampak lingkungan yang diterbitkan BLH Kabupaten Bintan. Malah, penimbunan tersebut berlangsung dari tahun 2014 hingga saat ini. Hal tersebut dapat dilihat dari surat izin timbun yang dikeluarkan oleh BMPD dan ditandatangani oleh Kepala BPMPD.
Guna mengkalarifikasi izin timbun dalam pelanggaran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil, LintasKepri.com menyambangi kantor PT SBC yang berada di Jalan DI Panjaitan, Kilometer 9, Nomor 28, Tanjungpinang, pada Kamis, (18/3) pukul 13.00 Wib.
Datangnya tim dari media ini bermaksud menemui langsung pimpinan PT SBC yang diketahui bernama Suryono. Namun, tim hanya berhasil menemui juru bicara PT SBC yakni Nasrun. Ketika ditanya mengenai izin penimbunan yang di keluarkan sejumlah intansi pemerintah daerah tersebut, Nasrun enggan berkomentar.
Akan tetapi, Ia hanya mengakui izin yang dikeluarkan BPMD benar diperuntukkan untuk penimbunan.
“Soal izin tanyakan sama BPMD, kami tidak urus itu, kami punya izin 3,2 Ha untuk menimbun. Ya kami timbun itu lahan,” ujar Nasrun di Lobby kantor SBC di Tanjungpinang.
Soal izin penimbunan itu, Nasrun membeberkan sejumlah nama yang telah membeli lahan seluas 18 hektar tersebut. Diantaranya, kata dia, dijual kepada lima nama-nama baru yang ikut menimbun lahan konservasi mangrove itu. Dan dia beranggapan, bahwa penimbunan selanjutnya bukan masalah dari PT SBC. Melainkan, dari pihak yang telah membeli tanah di atas hutan mangrove tersebut.
“Sudah kami jual kepada 5 orang, sekarang mereka yang timbun, kok kami yang disalahkan,” beber Nasrun.
Soal mengankan izin, Nasrun mengaku namun sedikit malu saat ditanyakan media ini, dia mengatakan ada titip menitip amplop kepada salah satu pejabat Pemkab Bintan pada waktu itu, guna mengamankan izin setelah sidak Komisi I DPRD Bintan pada waktu itu.
“Ada saya titipkan pada supirnya,” sebut Nasrun sembari menahan telephon genggam wartawan LintasKepri.com, terkesan takut.
Dari pantauan media ini, terkait penimbunan itu, tanah timbunan yang diangkut dari Kampung Lengkuas Kijang Kota yang kemudian dibawa menuju Tokojo masih terus berlangsung hingga hari ini, Jumat (18/3)
Ada 5 sampai 8 dump truk, 4 exsavator, 2 loder yang dikerahkan untuk terus membabat habis hutan mangrove itu.
Sementara penegak hukum terkesan diam, tidak ada tindakan dan masih memberikan izin penimbunan hingga belasan hektar hutan mangrove yang masih terasa asin air laut itu ditimbun.
Terus menekan pergerakan para penegak hukum, Rashid salah seorang warga Kijang Kota, tak henti-hentinya menyuarakan penghentian penimbunan tersebut, dan meminta kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo untuk menangkap mavia tanah yang telah mengangkangi Undang-Undang di Nagara ini.
“Di Provinsi Kepri, khususnya di Kabupaten Bintan tidak ada satupun aparat penegak hukum yang mampu menjalankan amanah Undang-Undang dan Peraturan Perundang-Undangan, saya minta Presiden selaku pemerintah pusat untuk menangkap mereka,” tegas Rashid saat dijumpai LintasKepri.com, sore itu. (Aji Anugraha)