Tanjungpinang, LintasKepri.com – Polres Tanjungpinang melakukan penyelidikan terhadap penimbunan hutan bakau (mangrove) yang dilakukan oleh PT. Ellang Semestha Indonesia di Jalan Merpati Kilometer 11.
Kapolres Tanjungpinang AKBP Ucok Lasdin Silalahi melalui Kasat Reskrim AKP Efendri Alie mengungkapkan, tim Tipiter sudah turun ke lokasi
“Tim masih melakukan lidik, kita tunggu saja hasilnya. Informasi penimbunan mangrove ini kita peroleh dari pemberitaan media,” kata Alie, Senin (29/7), dihubungi lintaskepri.com.
Sebelumnya diberitakan, PT. Ellang Semestha Indonesia melakukan penimbunan hutan bakau (mangrove) untuk dijadikan akses jalan ke Perumahan Ellang Indonesia Regency di Jalan Merpati Kilometer 11 Tanjungpinang.
Pantauan awak media ini di lokasi, Jumat (26/7) siang, terlihat jelas hutan mangrove ditimbun oleh pihak pengembang perumahan tersebut. Belum diketahui pasti berapa luas lahan mangrove yang sudah ditimbun.
Salah seorang warga yang berada di lokasi, mengungkapkan penimbunan sudah lama.
“Sudah lama penimbunan ini dan sepengetahuan saya belum ada izinnya,” kata salah satu warga setempat dijumpai di lokasi.
Warga yang meminta namanya untuk tidak dipublikasikan ini menyebut, selama penimbunan terjadi juga tidak ada plang Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
“Sudah lama hutan tersebut ditimbun, saya tidak tau ada izin atau tidaknya, soalnya selama penimbunan tidak ada plang IMB,” ujarnya lagi.
Salah seorang karyawan PT. Ellang Semestha Indonesia Sugiarto, mengklaim bahwa segala izin sudah dimiliki oleh perusahaan.
“Semua izin sudah kita miliki dan kantongi, baik IMB maupun izin penimbunan,” ucapnya dijumpai di kantornya.
Sugiarto menjelaskan, segala proses izin telah dilewati baik dari PUPR hingga DLH.
“Semua telah kita ikuti dan lalui,” katanya, Jumat.
Informasi yang diperoleh media ini dari salah satu dinas, bahwasanya penimbunan itu belum memiliki izin timbun yang dikeluarkan oleh DLH setempat.
Untuk membuktikan kebenaran itu, Kasi Kerusakan Lingkungan DLH Kota Tanjungpinang Yong Fery, enggan memberikan penjelasan lebih jauh ketika dikonfirmasi.
Yong Fery bahkan menyuruh awak media ini agar menjumpainya di kantor DLH. Ia tidak berada di kantor dan terkesan menghindar dari lintaskepri.com ketika dijumpai.
Yong Fery beralasan lagi diskusi dengan Bidang Pembangunan di Sekretariat Kantor Walikota Tanjungpinang.
Kabid Tata Ruang di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Tanjungpinang Zuhenny juga belum berhasil dikonfirmasi guna menanyakan apakah izin Tata Ruang sudah terbit.
“Bu Kabid lagi ada tamu bang,” kata salah satu staf dinas PUPR.
Pemerintah setempat telah mengatur peraturan mengenai izin timbun lahan. Peraturan itu tertuang dalam Perda Kota Tanjungpinang Nomor 2 tahun 2013 tentang izin penimbunan lahan.
Beberapa undang-undang yang mengatur mengenai hutan mangrove antara lain UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataaan Ruang, UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Padahal jika merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil pada bagian keenam Larangan dalam pasal 35 huruf (f) dan (g) yang menjelaskan Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang melakukan konservasi ekosistem mangrove di Kawasan atau Zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, menebang mangrove di kawasan konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman, dan/atau kegiatan lain.
Siapapun yang melanggar pasal 35 huruf (f) dan (g) itu, maka ketentuan pidananya tertuang dalam pasal 73 (1) huruf (b) yang menjelaskan setiap orang yang dengan sengaja menggunakan cara dan metode yang merusak ekosistem mangrove, melakukan konservasi ekosistem mangrove, menebang mangrove untuk kegiatan industri dan permukiman, dan/atau kegiatan lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 huruf e, huruf f, dan huruf g, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,- (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000, (sepuluh miliar rupiah).
(cho)