-Tidak Ada Aktifitas Pasca Disorot
Liputan Khusus Oleh Aji Anugraha dan Afriadi
Bintan, LintasKepri.com – Setelah di sorot media ini, penimbunan hutan mangrove di Tokojo, Kelurahan Kijang Kota, Kecamatan Bintan Timur, Kabupaten Bintan terlihat terhenti. Tidak adanya aktifitas terpantau oleh tim investigasi LintasKepri.com yang langsung terjun ke kawasan penimbunan tersebut, pada Kamis (4/3) sekitar pukul 15.00 Wib sore.
Saat tiba dilokasi, tim menjumpai seorang lelaki separuh baya (warga setempat,red) dengan maksud tujuan meminta izin untuk memasuki lokasi penimbunan. Tanpa menyebutkan nama lengkap, bapak itu mempersilahkan awak media ini masuk ke tempat yang dituju, untuk melihat langsung aktifitas penimbunan hutan mangrove itu.
“Silahkan masuk saja nak. Jika terjadi apa-apa, bapak yang bertanggung jawab,” kata pria berkulit sawo matang tersebut dengan nada sedikit kesal, yang kemungkinan besar marah atas penimbunan yang dilakukan oleh salah satu perusahaan swasta.
Tanpa basa-basi, tim masuk ke lokasi yang tampak jelas didepan mata sudah dipagar dengan beton yang mengelilingi area penimbunan tersebut. Diduga, pagar itu dibuat hanya untuk mengelabui masyarakat terkait aktivitas penimbunan yang mereka lakukan. Sebelum masuk, bapak yang mengizinkan tim ini tadi berceletuk dengan mengatakan, tidak ada aktifitas lagi di dalam lokasi.
“Sudah dua hari orang itu tidak beraktivitas,” katanya.
Mendengar informasi itu, tim bersemangat memasuki lokasi dengan memanjat pagar beton melalui tangga yang ada. Meski terjadi sedikit insiden kecil yang dialami salah satu tim dari media ini sewaktu memasuki lokasi, namun hal itu tidak mematahkan semangat tim untuk menyaksikan langsung lokasi yang dituju demi menginformasikan kepada pembaca media ini melalui data yang akurat.
Sesampai di dalam tempat tersebut, tampak jelas, hutan mangrove nyaris punah tertimbun oleh tanah merah. Bahkan, penimbunan dilakukan sampai ke laut. Diduga, luas lahan yang sebelumnya dikabarkan seluas 18 hektar,. namun, indikasi perkiraan, penimbunan yang dilakukan itu mencapai sekitar puluhan hetar, hingga menutupi hampir seluruh hutan mangrove tersebut.
Selain itu, terlihat juga alat berat jenis kobe, eskalator yang diduga digunakan untuk memperlancar aktivitas penimbunan dan beberapa camp serta 4 ekor binatang yang masih sedarah dengan serigala (anjing,red).
Masih dalam pantauan dilapangan, ternyata di lokasi sudah terpasang Garis Penyidik Pegawai Negeri (PPNS-LINE) atau sama dengan garis Police Line melingkari batang pohon untuk menandaim bahwa lokasi masih dalam proses penyelidikan.
Namun, anehnya, meskipun masih di dalam penyelidikan PPNS, aktivitas penimbunan itu masih saja berjalan dengan lancar, hingga melebar ke laut, berdasarkan informasi dari sumber yang sebelumnya diberitakan. Wajar, timbul pertanyaan dari masyarkat, dinas terkait plus aparat terkesan tutup mata.
Padahal jika merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil pada bagian keenam Larangan dalam Pasal 35 huruf (f) dan (g) yang menjelaskan Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang melakukan konversi Ekosistem mangrove di Kawasan atau Zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, menebang mangrove di kawasan konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman, dan/atau kegiatan lain.
Siapapun yang melanggar pasal pasal 35 huruf (f) dan (g) itu, maka ketentuan pidananya tertuang dalam Pasal 73 (1) huruf (b) yang menjelaskan “Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan cara dan metode yang merusak ekosistem mangrove, melakukan konversi ekosistem mangrove, menebang mangrove untuk kegiatan industri dan permukiman, dan/atau kegiatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf e, huruf f, dan huruf g, Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,- (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000, (sepuluh miliar rupiah).
Sebelumnya diberitakan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bidang Lingkungan Hidup Satpol PP Kabupaten Bintan melakukan penyelidikan terkait penimbunan kawasan hutan mangrove seluas 18 hektar oleh PT Sinar Bodhi Cipta (SBC) di Tokojo, Kelurahan Kijang Kota, Kecamatan Bintan Timur hingga hari ini, Selasa (29/2).
Dari keterangan Hasrul Basri, Kabid Perundang Undangan Satpol PP Bintan mengatakan, penyelidikan yang dilakukan bersama anggotanya meliputi penyesuain izin timbun PT SBC hingga pengajuan penimbunan.
“Kalau sampai saat ini, data yang kami terima dari PT SBC memiki izin. Yang akan kami gali saat ini dalam perizinannya tidak disebutkan titik kordinatnya dimana, yang kami ketahui hanya izin timbun,” katanya saat dihubungi LintasKepri.com.
Dia memaparkan teknis penyelidikan timbunan dengan mengumpulkan data-data dari instansi yang telah mengeluarkan izin tersebut yang selanjutnya akan di proses secara atauran perundang undangan.
“Kita akan mengumpulkan data, yaitu data mereka dan ini nanti kita akan bawa ke gelar perkara di sekretariat perundang undangan untuk disidangkan,” sambungnya.
Menghindari terjadinya pelebaran area penimbunan kawasan hutan mangrove tersebut oleh PT SBC yang dianggap telah melebihi batas yang di keluarkan oleh Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah (BPMPD) Bintan, Hasrul tetap memasang PPNS Line.
“Kami pasang itu sampai batas yang tidak boleh ditimbun karena dia punya izin penimbunan dan pengerukan tanah pemukiman penduduk sampai tanggal 7 April 2016, Izin tersebut dikeluarkan instansi perizinan Bintan,” katanya.
Sejauh ini, dirinya telah menyurati instansi yang telah mengeluarkan izin tersebut guna memastikan benarkah PT SBC memiliki Izin. “Saya sudah minta pada bagian perizianan, mereka sedang menyusun berkasnya, namun sampai hati ini ” katanya.
Terpisah, menanggapi kebenaran mengenai dapatkah mangrove ditimbun, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Bintan melalui Kasubid Hamdal dan Perizinannya, saat dijumpai LintasKepri.com di kantornya Jalan MT Haryono, Senin (29/2) siang tadi, membenarkan hutan mangrove dikawasan pembangunan perumahan oleh PT. SBC dapat ditimbun. Mengingat, izin yang dikeluarkan oleh BPMPD menurutnya telah melihat Perda (Peraturan Daerah) tentang Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bintan yang membenarkan lokasi tersebut bukan daerah konservasi.
“Dasar kami mengeluarkan izin berdasarkan izin penimbunan yang dikeluarkan BPMPD seluas 3,2 hektar. Kenapa dari BLH kami menyutujui izin penimbunan, itu bukan mangrove, itu bekas mangrove yang sudah mati,” kata Kasubid bidang perizinan BLH Bintan ini yang enggan namanya dimuat dalam media ini.
Dia juga membeberkan beberapa oknum yang sama menimbun area kawasan dengan izin HPL itu. Mereka diantaranya merupakan para pengusaha dari Tanjungpinang dan Bintan, namun tidak dipermasalahkan, dan hanya mempermasalahkan penimbunan oleh PT SBC tersebut. Semisal penimbunan lahan di Busung.
“Saya tau banyak yang memiliki lahan itu. Kenapa hanya ini yang dipermasalahkan, yang dekat jembatan busung itu, sampai sekarang itu hutan mangrove di cemari. Kenapa wartawan mempermasalahkan yang disampaikan Rasyid itu, Itu dibusung, sejauh mata memandang, itu laut sudah tipis masih juga ditimbun,” bebernya dengan nada sedikit emosi.