Tanjungpinang, LintasKepri.com – Pemerintah Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, belum memindahan sekitar 20 lebih pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di seputaran Taman Laman Boenda karena melanggar Peraturan Daerah (Perda).
Sebelumnya Pemkot Tanjungpinang berencana memindahkan pedagang tersebut di Melayu Square.
Wali Kota Tanjungpinang Syahrul, Senin (3/2/2020), di Tanjungpinang, menuturkan, tidak bisa berbuat banyak perihal persoalan ini. Ia pun tidak bisa memaksa pedagang agar pindah.
“Sekarang kita tidak bisa memaksa, hanya cuma mengimbau. Imbauan kita agar para pedagang tidak berjualan di Laman Boenda dan pindah ke Melayu Square,” kata Syahrul.
Ditanya ada plang larangan berjualan di Taman Laman Boenda, Syahrul justru menyarankan kepada petugas Satpol PP Tanjungpinang tidak melakukan tindakan yang dapat membuat kisruh saat melakukan penertiban dan pendekatan.
“Pendekatan terus kita lakukan hingga para pedagang pindah ke lokasi yang telah ditentukan yakni Melayu Square,” ungkapnya.
Syahrul pun belum bisa menentukan kapan pedagang itu pindah ke Melayu Square ketika kembali ditanya.
Hanya saja ia menyebut solusi pemindahan pedagang tetap akan dilaksanakan.
“Itu pasti, namun kita tidak bisa memaksa. Jadi tidak bisa ditentukan kapan seluruh pedagang itu pindah,” katanya.
Sebelumnya sekitar 20 lebih Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di Taman Laman Boenda ditertibkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tanjungpinang, Jumat (20/12/2019) lalu.
Penertiban dilakukan karena ada plang larangan berjualan di trotoar dan taman kota.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dan Penanggulangan Kebakaran Kota Tanjungpinang Hantoni, yang turun langsung ke lokasi bersama personelnya sempat memberikan penjelasan kepada pedagang mengenai plang larangan berjualan di Taman Laman Boenda sebelum ditertibkan.
Pantauan di lokasi, plang larangan bertuliskan Pemerintah Kota Tanjungpinang melalui Satuan Polisi Pamong Praja dan Penanggulangan Kebakaran, bahwasanya trotoar bukan tempat meletakkan barang dagangan jualan (Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 7 Tahun 2018).
Selain itu, dilarang melakukan kegiatan usaha/berjualan di taman kota, melebihi jam 00.00 WIB di taman kota, dan memasang spanduk/umbul-umbul di taman kota (Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Ketertiban Umum).
Diwawancara terpisah, Nani, pedagang yang gerobaknya ditertibkan, tidak terima dengan apa yang dilakukan oleh petugas Satpol PP Tanjungpinang.
Kata dia, zaman wali kota sebelumnya diperbolehkan berjualan di seputaran tepi laut.
“Masa Bu Tatik kami bisa berjualan, kenapa sekarang tidak bisa berjualan,” tegasnya dihari yang sama.
Nani menyebut, sejak tahun 2007 sudah berjualan bandrek di seputaran tepi laut. Ketika ditanya ada plang larangan berjualan, Nani menyebut plang berada didalam taman bukan diluar.
“Itukan bagian didalam, tahu, bukan didalam, itukan diluar,” katanya.
Nani kembali menegaskan, jika pedagang dilarang berjualan kenapa tidak dari awal. Ia juga tidak terima ditertibkan karena belum ada pemberitahuan dari petugas Satpol PP.
“Tak ada pemberitahuan. Katanya dari pak wali tidak boleh berjualan. Itu bahasa dari orang itu (petugas Satpol PP,-red),” ungkapnya.
Upek, pedagang yang juga terkena penertiban mengatakan bahwa petugas melakukan penertiban dalam rangka penilaian Adipura.
“Kami diusir pak, katanya ada penilaian Adipura. Mereka jaga taman dari pukul 10.00 WIB. Seharusnya sebelum pedagang masuk bilang tidak boleh, tidak bisa. Ini pedagang sudah masuk, dia usir. Sementara sudah tiga hari hujan terus pak, enggak makan anak kami pak,” paparnya.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dan Penanggulangan Kebakaran Kota Tanjungpinang Hantoni, dikonfirmasi LintasKepri, menuturkan, bahwa saat itu petugas melakukan penataan. Sebelumnya petugas sudah melaksanakan penertiban.
“Ini penataan. Kalau belum ada keputusan resmi akibat dari itu semua, tolong dimengerti juga tugas dan fungsi kami selaku Satuan Polisi Pamong Praja. Apalagi disitu (Taman Laman Boenda) sudah tertulis di plang larangan berjualan,” tuturnya.
Hantoni kembali menegaskan, sepanjang larangan tersebut belum dicabut, sepanjang itu pula pedagang dilarang berjualan.
Penertiban dilakukan karena ada plang larangan berjualan di trotoar dan taman kota.
Wali Kota Tanjungpinang Syahrul pun saat itu juga menegaskan bahwa Perda penertiban sudah ada sehingga dilakukan penertiban.
“Kita sudah mengimbau. Perdanya sudah ada, dan Gedung Gonggong di Taman Laman Boenda bukan tempat untuk berjualan,” tegasnya Syahrul Sabtu (21/12/2019).
Syahrul menilai, penertiban yang dilakukan oleh Satpol PP Tanjungpinang seharusnya dapat dimengerti oleh pedagang.
“Kita akan relokasi pedagang ke tempat lain. Misalnya di Melayu Square. Karena disana masih banyak tempat yang kosong,” ungkap wali kota ini.
Syahrul juga mengungkapkan rapat antara Satpol PP Tanjungpinang bersama pedagang dan pihak-pihak terkait lainnya dilakukan untuk mencari solusi.
Rapat itu pun dilakukan di Kantor BUMD Tanjungpinang pada Sabtu (21/12/2019) sekitar pukul 14.00 WIB lebih.
Pemerintah Kota Tanjungpinang pun sudah memberikan dispensasi kepada Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di Taman Laman Boenda dua hari ke depan pasca ditertibkan Satpol PP setempat pada Jumat (20/12/2019) lalu.
Dispensasi diberikan setelah sejumlah PKL, pihak Satpol PP, BUMD, Lurah Tanjungpinang Kota, dan dua anggota DPRD Kota Tanjungpinang menggelar rapat di Kantor PT Tanjungpinang Makmur Bersama (TMB) Jalan Potong Lembu, Kota Tanjungpinang, Sabtu (21/12/2019) siang.
Dua anggota DPRD Kota Tanjungpinang dari Komisi 1, M. Apriyandy dan Dicky Novalino, hadir sebagai penengah guna mencari solusi. Mereka mendengarkan keluhan dari para PKL yang hadir saat rapat.
Hanya saja hasil rapat belum menemukan solusi terbaik. Sehingga, hasil sementara, pemerintah sepakat memberikan waktu kepada pedagang agar bisa berjualan.
Apriyandy, saat itu usai rapat menuturkan sudah menghubungi Wali Kota Tanjungpinang Syahrul terkait ruang waktu selama dua hari untuk pedagang berjualan di Taman Laman Boenda.
“Kita cari jalan tengah terkait solusi permintaan pedagang. Tadi saya langsung menelepon pak wali kota. Saya minta kepada pak wali untuk memberi ruang waktu sampai dua hari kedepan,” katanya.
Setelah itu, sambung Apriyandy, diputuskan bersama antara PKL, DPRD dan wali kota, apakah pedagang masih diperbolehkan berjualan di Taman Laman Boenda.
“Apapun yang diputuskan pemerintah nantinya, kita harus taati bersama. Dan para pedagang pun sudah setuju,” ungkapnya yang juga Ketua Fraksi Gerindra.
Dicky Novalino, yang juga anggota Komisi 1 DPRD Tanjungpinang, tidak membenarkan apa yang dilakukan para PKL tersebut.
Menurutnya, di wilayah itu (Taman Laman Boenda,-red) adalah zona merah yang artinya memang tidak diperbolehkan berjualan.
“Ini kami beri waktu selama dua hari sambil mencari solusinya. Apakah harus digeser ke Anjung Cahaya atau Melayu Square,” jelas Dicky.
Hasil dari rapat tersebut, sambung Politisi Demokrat ini, sebenarnya bukan hasil akhir. Tetapi DPRD bersama pihak yang hadir mencari solusi terbaik.
“Saya yakin pemerintah dan anggota DPRD Tanjungpinang pasti ingin memberikan yang terbaik untuk masyarakatnya,” tutup Dicky.
Ketua DPRD Tanjungpinang Yuniarni Pustoko Weni, angkat bicara soal pedagang kaki lima (PKL) di Taman Laman Boenda yang ditertibkan oleh Satpol PP setempat, Jumat (20/12/2019).
Terhadap gonjang ganjing permasalahan pedagang yang berjualan di sekitaran Gedung Gonggong, Taman Laman Boenda, memang perlu disikapi secara arif dan bijak.
“Hal ini bukan hanya permasalahan pedagang kaki lima di sekitaran Laman Boenda saja, tetapi juga pada semua badan dan bahu jalan yang digunakan untuk berjualan. Tentu ini semua ada konsekuensi berkembang majunya sebuah daerah,” katanya, Senin (23/12/2019).
Tantangan yang dihadapi untuk melakukan penataan di kawasan perkotaan, sambung Weni, adalah menghadapi marak dan menjamurnya pedagang kaki lima.
“Dan itu hal yang sangat wajar dan normal. Terlebih dengan kondisi ekonomi nasional dan Kepri yang sedang belum begitu baik,” nilainya.
Semakin berkembangnya Kota Tanjungpinang, kata Weni, tentu akan tumbuh ekonomi kecil diantaranya adalah pedagang kaki lima.
“Dan itulah yang terjadi dan kita lihat hampir setiap sudut pusat keramaian, tumbuh pedagang-pedagang baru diantaranya pedagang kaki lima,” tuturnya.
Untuk sekitar Laman Boenda, tutur Weni, diketahui bersama bahwa dari awal komitmen agar salah satu lokasi ikon Kota Tanjungpinang itu tentu tidak diperuntukkan untuk pedagang kaki lima.
“Karena Laman Boenda merupakan sarana publik yang memang di peruntukkan untuk masyarakat menikmati fasilitas publik bersama keluarga. Seiring berjalannya waktu, juga memang tidak dibenarkan untuk pedagang kaki lima berjualan. Tetapi diberikan sedikit toleransi diantaranya tidak ada jualan yang sifatnya menetap, tetapi dengan pola berjulan keliling tidak menganggu perparkiran dan juga dengan meletakan dan menempatkan barang dagangan pada fasilitas publik tersebut,” paparnya.
Maka, tegas Weni, untuk menyelesaikan permasalahan itu perlu sikap yang bijak dan arif dalam menyelesaikan persoalan tersebut.
“Kita pikirkan bersama antara Pemerintah Kota bersama DPRD Tanjungpinang mencari jalan yang terbaik untuk bersama-ama mencari solusi agar tujuan yang diharapkan pemerintah tetap terjaga estetika, dan kebersihan,” ungkapnya.
Weni meminta penataan terhadap para pedagang kaki lima dilakukan secara manusiawi, mendapatkan perhatian dari pemerintah dalam hal mencari nafkah .
“Salah satunya ya memberikan ruang waktu mereka pindah. Mungkin diberikan kesempatan seperti apa adanya dulu sampai selesai tahun baru. Selanjutnya didata kembali untuk mana jualan yang akan dialokasikan, dan mana jualan yang boleh sambil berjalan atau keliling sebatas mereka tidak menetap dalam menjual barang dagangannya yang tidak menganggu perparkiran dan sarana fasilitas taman,” paparnya lagi.
Semua itu, sambung Weni, harus diajak berbicara baik pemerintah maupun para pedagang. Bagaimana pun, kata dia, pedagang juga masyarakat yang harus didengar aspirasinya dan keluhannya.
“Mengingat kawasan Laman Boenda, Melayu Square, Anjung Cahaya, dan Ocean Corner, semua tetap harus ditata dengan baik. Jangan terkesan menjadi kawasan yang semrawut dan kumuh. Kita ingin Tanjungpinang ini semakin baik dan maju,” ucapnya.
Weni ingin hal ini segera diselesaikan bersama jangan sampai hal yang sangat sederhana ini dibiarkan berlarut larut, apa lagi ditambah dengan bumbu-bumbu yang kurang sehat sehingga menjadi bahan saling Menyalahkan dan mencari kebenaran.
“Dan Satpol PP saya harapkan untuk menahan diri dulu sampai ada penyelesaian yang baik,” tutupnya.
Wakil Wali Kota Tanjungpinang, Rahma, juga pernah mengungkapkan pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di area Taman Laman Boenda, akan direlokasi ke Melayu Square oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang.
“Seluruh PKL yang berjualan di Laman Boenda kita relokasi atau dipindahkan ke kawasan Melayu Square,” kata Rahma, Kamis (26/12/2019).
Solusi ini, kata dia, telah dipikirkan dan akhirnya memutuskan untuk memindahkan para PKL ke lokasi Melayu Square yang tidak jauh dari tempat biasa mereka berjualan di Laman Boenda.
Rahma menyebut, para pedagang sudah bisa berjualan sembari didata.
“Mulai hari ini hingga tiga hari kedepan kita data siapa saja para pedagang yang mau berjualan di lokasi Melayu Square. Karena kita tidak bisa memaksa semuanya haru berjualan disitu,” ungkapnya saat itu.
“Semua kita kembalikan kepada para pedagang. Kalau mau berjualan ya berjualanlah ditempat yang telah pemerintah tentukan,” tambah Rahma.
Bila ditemukan masih ada juga PKL yang tetap berniaga di Laman Boenda, kata Rahma akan ditindak tegas hingga diberikan sanksi.
“Kita tindak tegas dan akan ada sanksi. Tindakan yang kita lakukan ini sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) nomor 7 tahun 2018,” paparnya.
Koordinator PKL Laman Boenda, Fuad, mengklaim saat penyusunan dan pembahasan Perda, pedagang tidak pernah dilibatkan.
Setelah Perda itu disahkan, kata dia, pedagang kaki lima juga tidak mendapatkan sosialisasi.
“Sosialisasi tidak pernah, dan kawan-kawan banyak yang tidak paham dengan Perda tersebut. Kita tidak terima dan tidak setuju dengan keputusan yang diambil Pemko terkait pemindahan lokasi berjualan dari Laman Boenda ke Melayu Square,” tutupnya.
(cho/dar)