Lingga, LintasKepri.com – Pemerintah Kabupaten Lingga saat ini sedang berencana untuk melakukan penataan Kota Daik menjadi Kota Budaya dan Religi.
Selain itu, Pemkab Lingga juga tengah berupaya upaya meningkatkan kapasitas pembangunan, baik dari segi ekonomi kemasyarakatan, pembangunan infrastruktur, bahkan kepariwisataan yang gencar dilakukan.
Bahkan Bupati Lingga Muhammad Nizar bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) telah melakukan jemput bola di Kementrian untuk mendapatkan sokongan dana dalam program Hibah Millennium Challenge Compact (MCC) yang merupakan program dari Pemerintah Amerika Serikat dari Bapennas RI.
Fokus Group Discussion (FGD) bersama tokoh masyarakat juga telah dilaksanakan untuk menyampaikan perencanaan penataan ini ke masyarakat agar bisa berinovasi.
Konsep penataan Kota Daik rencananya akan dimulai dengan pembangunan trotoar jalan dari Simpang Dealer Honda hingga lapangan Hang Tuah.
“DEDnya kita harapkan akan selesai pada APBD Perubahan tahun ini. Begjtu juga dengan konsep Daik Bandar Madani,” ujar Nizar.
Dua desa yakni Desa Mepar dan Desa Panggak Darat yang menjadi unggulan Lingga tak luput juga akan ditata dan akan menjadi pusat tamadun melayu. Karena daerah itu sejak era kesultanan Mahmud Riayat Syah III, dan telah diakui sebagai Bunda Tanah Melayu oleh negara-negara Melayu Serumpun sejak tahun 1991 lalu.
“Wisata sejarah dan wisata religi, Kabupaten Lingga cukup lengkap. Dan kita memang harus fokus ke situ. Seiring dengan program-program Dinas Pariwisata yang telah tersusun. Itu bisa berjalan beringinan. Namun rencana ini memang harus kita keroyok. Agar kita benar-benar siap menjadi daerah pariwisata,” kata Nizar.
Penataan ini dimaksud sebagai langkah dini, dalam persiapan menjadikan wilayah Kecamatan Lingga sebagai pusat Kota Budaya yang identik dengan wisata Budaya dan Religi. Namun tidak itu saja, Gunung Daik dan Sepincan bakal menjadi pelengkap, menyuguhkan wisata alam yang menakjubkan.
“Saya yakin dan percaya apabila, Malaysia ataupun Singapura sudah dibuka ke Lagoi, sebagaimana janji pemerintah kota Batam, dan Dinas Pariwisata Provinsi. Mungkin akan terjawab setiap bulan itu 500 wisatawan,” papar Nizar.
Sebagaimana diketahui Kota Daik, memang sudah dikenal sebagai pusat pemerintahan sejak tahun 1787, masa berpindahnya pusat kerajaan dari Hulu Riau oleh Sultan Mahmud Riayat Syah III.
“Tentunya sepeninggal para Sultan Melayu ini banyak meninggal bukti, betapa hebatnya tamadun masa dulu di Daik. Budaya melayu yang kental, kearifan lokal, kesenian, keagamaan, pendidikan dan lainnya. Dengan bukti sejarah yang kaya ini, sehingga diakui dan mendapatkan gelar Bunda Tanah Melayu,” pungkasnya.
(fza/red)