Lintaskepri.com, Jakarta – Menjelang Lebaran 2025, harga bahan pangan di pasar tampak relatif stabil. Namun, pengamat ekonomi politik, Iwan Nurdin, mengingatkan bahwa stabilitas harga bukanlah satu-satunya indikator kesiapan pasar.
Menurutnya, perlu dilihat lebih jauh dari sekadar ketersediaan bahan pokok atau operasi pasar yang dilakukan pemerintah ketika harga melonjak.
Iwan menjelaskan, meskipun harga pangan tampak stabil, ada isu penting yang sering luput dari perhatian publik: takaran bahan pangan yang semakin berkurang.
Misalnya, dalam berbagai proyek pemerintah yang menyediakan sembako, seperti distribusi minyak goreng, volume yang dijual ke konsumen ternyata berkurang.
“Apakah ada jaminan bahwa takaran beras, terigu, dan bahan pangan lainnya tetap sesuai dengan yang tercantum pada kemasan? Jika takarannya berkurang, konsumen tetap membayar harga yang lebih tinggi meskipun harga nominal tetap,” jelas Iwan pada infopublik, Jumat, 21 Maret 2025.
Menurutnya, pengawasan yang ketat terhadap takaran bahan pangan sangat penting untuk memastikan harga yang “stabil” benar-benar mencerminkan harga yang adil.
“Pemerintah harus lebih teliti dalam memonitor takaran yang tercantum di kemasan produk pangan di pasar untuk mencegah praktik penurunan kualitas yang merugikan konsumen,” tegasnya.
Iwan juga menyoroti penurunan daya beli masyarakat sebagai faktor yang turut mempengaruhi harga pangan.
Menurunnya daya beli ini tercermin dari laporan pedagang, pemasok, dan pengimpor pangan yang mencatat penurunan penyerapan pasar.
“Saat daya beli menurun, pedagang dan pemasok terpaksa menurunkan harga untuk menarik pembeli, meski ini dapat memperburuk kondisi ekonomi secara keseluruhan,” imbuh Iwan.
Cuaca ekstrem yang terjadi belakangan ini juga menjadi tantangan besar bagi kelancaran pasokan pangan.
Gangguan dalam rantai pasokan, khususnya selama bencana alam, dapat memengaruhi distribusi pangan, bahkan menghambat bantuan dari pemerintah.
“Pemerintah harus memperkuat koordinasi dengan pemerintah daerah, khususnya di wilayah rawan bencana, untuk memastikan pasokan pangan yang cukup dan terdistribusi dengan baik,” ujar Iwan.
Meski mengapresiasi langkah pemerintah dalam menjaga kestabilan harga pangan, Iwan mengingatkan bahwa stabilitas harga yang tampak “normal” justru bisa jadi mahal bagi konsumen.
“Jika takaran berkurang, konsumen tetap membayar harga tinggi meskipun seharusnya bahan pangan lebih terjangkau,” lanjutnya.
Iwan menekankan bahwa penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran takaran dan kualitas pangan sangat diperlukan.
Pemerintah harus meningkatkan pengawasan pasar dan memperbaiki perlindungan konsumen untuk menghindari praktik-praktik yang merugikan masyarakat.
“Penting untuk memastikan distribusi pangan yang adil, tepat, dan transparan, terutama menjelang Lebaran,” tutup Iwan.(*)