Lintaskepri.com, Bintan – Rencana Pemerintah membuka kembali keran ekspor pasir laut menuai penolakan dari berbagai kalangan nelayan di Bintan.
Mereka khawatir bahwa kebijakan ini akan berdampak buruk terhadap ekosistem laut dan merugikan mata pencaharian mereka.
Seorang nelayan dari Desa Teluk Bakau Bintan, Tarmiadi, menyatakan kekhawatirannya jika rencana tersebut direalisasikan.
“Jika ekspor pasir laut benar-benar dilakukan di Bintan, ini akan sangat merugikan kami. Ekosistem laut pasti rusak, dan daya tangkap ikan kami sehari-hari akan berkurang drastis,” ujarnya, Selasa (17/9/2024).
Ia menegaskan, selain mengancam kelestarian ekosistem, aktivitas tambang pasir laut juga akan mempengaruhi keberlangsungan hidup nelayan kecil.
“Kalau laut rusak, kami mau kerja apa lagi? Saya berharap pemerintah bisa mempertimbangkan ulang kebijakan ini,” tutupnya.
Sikap serupa juga disampaikan Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Bintan, Syukur Haryanto.
Ia menegaskan nelayan di Bintan dan Kepulauan Riau menolak keras rencana tersebut.
“Berdasarkan data yang kami terima, ada tiga lokasi di Kepulauan Riau yang akan menjadi sasaran pengerukan pasir laut, yaitu Lingga, Karimun, dan Bintan,” ungkap Syukur.
Menurutnya, kebijakan ini hanya akan memperburuk situasi nelayan yang sudah menghadapi berbagai persoalan.
“Nelayan kita sudah menghadapi banyak masalah, mulai dari BBM subsidi yang kurang tepat sasaran hingga kriminalisasi nelayan di perbatasan. Kini, di tambah lagi dengan isu ekspor pasir laut ini,” jelasnya.
Syukur bersama seluruh nelayan Bintan menegaskan, mereka akan terus menolak rencana ekspor pasir laut yang di buka kembali oleh Presiden Joko Widodo setelah 20 tahun penutupan.
Selain merugikan nelayan, aktivitas tersebut juga berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah.
“Tidak ada ruang untuk ekspor pasir laut di Bintan. Kami akan terus menolak,” tegas Syukur. (Ink)
Editor: Ism