Tanjungpinang, LintasKepri.com – Ketua Jaringan Pengawas Kebijakan Pemerintah (JPKP) Kota Tanjungpinang, Adiya Prama Rivaldi, menyayangkan semua kebijakan Rahma selaku kepala daerah setempat soal Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat.
Menurutnya, kepala daerah Tanjungpinang itu telah berhasil ‘membohongi’ masyarakat dan membuat warga kecil semakin terpuruk akibat PPKM Darurat.
Dari aspek sudut pandang dan survei lapangan yang ditelusuri tim JPKP, masyarakat sudah resah oleh segala kebijakan-kebijakan yang Rahma lakukan.
“Banyak yang terkena dampak dan sengsara selama kami menelusuri para pelaku usaha. Segala macam keluh kesah ingin pelaku usaha lontarkan ke Pemerintah Kota Tanjungpinang. Tetapi mereka sadar hanyalah masyarakat kecil yang tidak mungkin ucapan didengar oleh penguasa,” tegasnya.
JPKP juga menilai kebijakan Pemkot Tanjungpinang sangat tidak adil dan tidak pro masyarakat yang tertuang dalam surat edaran (SE) dalam penerapan PPKM Darurat.
JPKP mencontohkan dicabutnya syarat Ge-Nose sebagai syarat untuk pelaku perjalanan dalam aturan PPKM darurat. Dalam surat edaran Gubernur Kepri, pelaku perjalanan dalam negeri antar kabupaten/kota di Kepri cukup menunjukkan sertifikat vaksin minimal dosis pertama dan mengisi e-HAC.
“Tetapi sekarang berubah dengan kebijakan Pemkot Tanjungpinang melalui surat edaran wali kota setelah masyarakat berbondong-bondong vaksinasi, keluar aturan baru harus rapid antigen disertai sertifikat vaksin,” ungkapnya.
Adiya menyoroti soal tes antigen di perbatasan Tanjungpinang-Bintan yang merupakan salah satu lokasi penyekatan di masa PPKM darurat.
“Jangankan nyeberang lintas pulau, pergi ke Kabupaten Bintan yang satu daratan saja harus diwajibkan rapid antigen oleh Wali Kota Tanjungpinang, Rahma, dengan membayar Rp150 ribu per orang. Kalau satu keluarga yang melintas, sudah habis berapa coba uang masyarakat hanya untuk tes rapid antigen saja,” ungkapnya.
Adiya menambahkan, bantuan dari pemerintah tak kunjung juga dibagikan. Malah, kata dia, Pemkot Tanjungpinang melalui Dinas Sosial hanya mampu membagi-bagikan nasi bungkus.
“Kebijakan seperti apa itu, meminta masyarakat dirumahkan hanya diberi nasi bungkus. Itupun tidak semua masyarakat yang terkena dampak dapat nasi bungkus,” tegasnya.
Pemkot Tanjungpinang diminta bijak dalam menyikapi PPKM darurat. Sehingga, masyarakat dapat terbantu di masa pandemi COVID-19.
“Berikan bantuan sosial, kucurkan dana yang telah dianggarkan. Pelaku usaha disuruh tutup tetapi tidak ada inisiatif dari Pemkot Tanjungpinang untuk mensejahterakan masyarakatnya yang dirumahkan,” tutup Adiya.
– Antigen Berbayar di Titik Penyekatan Perintah Rahma
Rapid tes antigen berbayar di titik penyekatan diperbatasan Tanjungpinang-Bintan disebut merupakan perintah dari Wali Kota Tanjungpinang, Rahma.
Hal itu diungkapkan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tanjungpinang, Asman, saat meninjau penyekatan di perbatasan Tanjungpinang-Kabupaten Bintan, Kilometer 16, Rabu (14/7).
“Tadi saya tanya ke petugas, itu perintah dari wali kota. Saya minta suratnya mana, ya begitulah (tidak ditunjukkan),” katanya saat diwawancarai awak media dilansir dari barometerrakyat.com.
Asman sangat mendukung penyekatan yang dilakukan pemerintah setempat. Tapi, politisi PDI Perjuangan itu juga sangat menyayangkan antigen berbayar di titik penyekatan tersebut.
Asman menilai biaya tes antigen sangat memberatkan masyarakat, apalagi di tengah pandemi COVID-19.
“Karena menurut informasi rapid tes antigen di Puskesmas dan rumah sakit semua gratis. Tapi kok di sini diwajibkan untuk bayar? Seharusnya digratiskan untuk masyarakat,” ucapnya.
Diketahui, Tanjungpinang telah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat.
Selama penerapan, mobilitas warga dibatasi dan dilakukan penyekatan di setiap perbatasan Tanjungpinang-Bintan.
Bagi warga Bintan yang ingin masuk Tanjungpinang harus melengkapi persyaratan seperti menunjukkan sertifikat sudah divaksin dan juga menunjukkan bukti telah rapid tes antigen.
Bagi warga yang tidak memiliki surat antigen, maka akan dilakukan pemeriksaan antigen ditempat oleh petugas kesehatan.
Rapid antigen tersebut tidak gratis, warga harus merogoh kocek hingga ratusan ribu.
“Bayar 150 ribu,” kata Plt Kepala Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Tanjungpinang, Nugraheni Purwaningsih kepada awak media, Rabu (14/7).
Ia menyampaikan, pelaksanaan antigen di titik penyekatan bukan kewenangan pihaknya, karena sudah ditunjuk operator pelaksana yakni Kimia Farma.
Ia menjelaskan, warga yang wajib menunjukkan antigen adalah warga umum yang bekerja diluar dari sektor kritikal dan esensial.
Sedangkan warga yang bekerja di sektor kritikal dan esensial hanya menunjukkan sertifikat sudah divaksinasi dan surat tugas.
“Kalau masyarakat umum tanpa ada urgensinya harus bisa menunjukkan itu (surat rapid tes antigen),” katanya.
(dar/BR)