COVID Ranger LKBN ANTARA Nilai Rapid Test Menimbulkan Benang Kusut

Avatar
Anggota COVID Ranger LKBN ANTARA, Nikolas Panama.
Anggota COVID Ranger LKBN ANTARA, Nikolas Panama.

Tanjungpinang, LintasKepri.com – COVID Ranger Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA menilai, hasil rapid test COVID-19 bisa menimbulkan benang kusut karena kurang efektif.

“Akurasi hasil rapid test ini hanya 30 persen. Kita butuh hasil yang 100 persen. Lebih baik langsung saja dilakukan PCR agar lebih jelas hasilnya,” tutur Anggota COVID Ranger LKBN ANTARA, Nikolas Panama, di Tanjungpinang, Rabu.

Dia menyarankan, sebaiknya jangan menyodorkan ke masyarakat dengan hal-hal yang tidak efektif.

“Menyajikan ke masyarakat dengan hal-hal yang tidak efektif itulah benang kusutnya,” kata Niko (sapaan akrabnya).

Disisi lain, jika pemerintah setempat tidak siap dengan PCR, lebih bagus memperkuat deteksi dini. Karena, ada ahli epidemiologi dan tenaga medis yang berkualitas terhadap potensi penularan COVID-19.

“Kita mempunyai ahli epidemiologi dan tenaga medis yang berkualitas yang seharusnya mampu mendeteksi dini. Jika ada orang yang dicurigai atau diduga mengidap COVID-19, langsung saja di PCR tidak perlu lagi di rapid test karena hasilnya belum tentu efektif,” tegas Niko lagi.

Di negara-negara lain, sambung dia, sudah tidak ada lagi menggunakan rapid test. Berbicara persoalan keterbatasan anggaran apabila langsung dilakukan PCR, seharusnya pemerintah melakukan deteksi dini terhadap orang-orang yang diduga mengidap COVID-19.

“Tindakan ini harus dilakukan agar ada upaya deteksi dini dan pencegahan kalau anggaran kita terbatas,” saran Niko.

Menurutnya, rapid test juga dapat memunculkan pertanyaan dari berbagai pihak. Ketidaksempurnaan rapid test yang digunakan oleh tim medis juga bisa menghambat aktivitas seseorang karena belum tentu orang tersebut positif COVID-19 namun harus menjalani karantina.

“Hal ini tentunya dapat menyebabkan kekacauan di masyarakat yang terkena imbas. Ditambah lagi semisal ada satu kasus pasien yang sakit ginjal, kemudian yang bersangkutan masuk rumah sakit, terus dilakukan rapid test dan hasilnya reaktif. Selanjutnya dilakukan pengambilan swab namun hasilnya belum keluar dan pasien meninggal dunia. Setelah itu dikebumikan dan keluarlah hasil swab negatif COVID-19,” papar Niko memberi contoh soal alat medis rapid test.

(cho)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *