– APBD 2012
Batam, LintasKepri.com – Sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), Rumah Sakit Umum Daerah Embung Fatimah (RSUDEF) Batam layak menyandang predikat “sarang korupsi alat kesehatan (alkes)”.
Pasalnya, setelah Bareskrim Mabes Polri berhasil membongkar korupsi alat kedokteran, kesehatan dan KB yang bersumber dari dana APBN tahun 2011 dengan kontraktor PT. Masmo Masjaya sebesar Rp18.413.900.000 dan kemudian Kejari Batam membongkar korupsi alkes, kedokteran dan KB APBN 2014 dengan kontraktor PT. Alexa Mandiri Utama sebesar Rp19.528.827.500.
Terhadap dugaan korupsi ke-2 alkes yang bersumber dana APBN itu sudah ditetapkan direktur RSUDEF Batam drg. Fadillah Ratna Dumila Mallarangan sebagai tersangka dan ditahan di Lapas Barelang.
Menyusul terkait korupsi alkes RSUDEF Batam, Ketua LSM Barelang Yusril Koto melaporkan dan minta Kejari Batam mengusut tuntas dugaan korupsi alkes yang bersumber dana APBD 2012 sejumlah Rp39.298.450.000, antara lain alkes rawat inap dan kamar mayat pemenang PT. Mitra Bina Medika Rp7.092.450.000, alkes radiologi pemenang PT. Bina Karya Sarana Rp14.547.000.000, alkes poliklinik pemenang PT. Bina Karya Sarana Rp10.339.000.000, alkes CSSD pemenang PT. Intan Global Persada Rp3.650.000.000, alat-alat laboratorium kedokteran pemenang PT. Mitra Bina Medika Rp3.670.000.000,-.
Pengadaan alkes itu dikuasai pengusaha Suhadi yang memiliki beberapa perusahaan, diantaranya PT. Bina Karya Sarana, PT. Mitra Bina Medika, CV. Mitra Karya Pratama, CV. Intas Gusmanti. Dalam lelang pengadaan alkes RSUDEF Batam, Suhadi juga menggunakan beberapa perusahaan lain.
Diterangkan Yusril, bahwa Suhadi dikenal sebagai raja pengadaan alkes tidak saja menguasai RSUDEF Batam, juga pengadaan alkes Dinkes Provinsi Kepri, Dinkes Kabupaten Bintan, RSUD Tanjung Uban bahkan pengadaan alkes diluar Batam.
Sepak terjang Suhadi sebagai raja pengadaan alkes berakhir setelah ditetapkan sebagai tersangka dan terpidana dalam korupsi proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) di Lampung, Puskesmas di Batam, dan RSUD Provinsi Kepri di Tanjung Uban dan bahkan kasus yang sama di RSUD Tanjung Balai Karimun.
Yusril menyebutkan diduga kongkalikong modus yang dilakukan oknum bermental korup dalam pengadaan alkes RSUDEF APBD Batam 2012 itu antara lain rencana pengadaan yang diarahkan untuk menentukan PT. Mitra Bina Medika dan PT. Bina Karya Sarana sebagai pemenang lelang, panitia lelang yang tidak mempunyai integritas dan memihak PT. Mitra Bina Medika dan PT. Bina Karya Sarana, penyusunan dokumen lelang terjadi tawar menawar dengan pengusaha mengenai spesifikasi teknis yang disyaratkan, PT. Mitra Bina Medika dan PT. Bina Karya Sarana diloloskan sebagai calon peserta pengadaan yang sebenarnya tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan, mark-up anggaran dengan cara memanipulasi harga pembelian dan alkes yang diserahkan lebih rendah daripada yang disyaratkan dalam kontrak.
“Diduga kuat PT. Mitra Bina Medika menyampaikan dokumen perusahaan sebagai persyaratan kualifikasi yang tidak berlaku atau dipalsukan seolah-olah masih berlaku, diantaranya berupa SIUP, ijin PAK/Sub PAK/Cab. PAK (penyalur alat-alat kesehatan-red) yang dikeluarkan Kemenkes RI/Dinas Kesehatan Provinsi sesuai domisili perusahaan, SITU, Keterangan Domisili Perusahaan dan TDP,” urainya.
Dugaan ini diperkuat dengan temuannya bahwa alamat PT. Mitra Bina Medika tidak ditemukan seperti disebut pada dokumen lelang yang disampaikan perusahaan di Komplek First City Blok 2 Lantai 2 # B2-07 Batam Center dan Komplek Permata Niaga Blok B1 No 1 Sukajadi.
Dugaan itu juga dibuktikan pula oleh keterangan Ketua RT II/RW VIII Kelurahan Teluk Tering Kecamatan Batam Kota seperti disebut pada Surat Keterangan No 02/RT II/RW VIII/VII/2012. Sedangkan rekening koran giro PT. Mitra Bina Medika Nomor 109-00-1277683-7 NPWP 02.795.9.52.7-215.000 periode 1/04/12 s/d 30/04/12 dengan saldo akhir 1.201.924 menyebutkan masih beralamat First City Blok 2/B2-7 Kecamatan Batam Kota Teluk Tering Nongsa Batam.
“Padahal PT. Mitra Bina Medika berkantor dengan alamat Jalan Pasir Putih Komplek Ruko Accelence Blok B. 10, Batam Centre. Semestinya dilakukan pula perubahan izin PAK, sub PAK, dan domisili perusahaan, mengingat PT. Mitra Bina Medika sejak pertengahan Januari 2011 tidak lagi berkantor pada alamat seperti disebutkan diatas. Ketentuan ini diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1191/MENKES.PER/VIII/2010 tentang Penyalur Alat Kesehatan 15 ayat (1) Perubahan izin PAK harus dilakukan apabila terjadi perubahan alamat kantor, gudang atau bengkel,” papar Yusril.
Yusril menerangkan, PT. Mitra Bina Medika sebagai penyedia barang tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan kegiatan usaha seperti dimaksud pada Pasal 19 ayat (1) PERPRES Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Diduga ada kolusi dan permainan dengan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kepri sehingga ijin PAK PT. Mitra Bina Medika dengan alamat baru Jalan Pasir Putih Komplek Ruko Accelence Blok B. 10 Batam Center bisa diterbitkan oleh Kemenkes padahal banyak persyaratan yang tidak dipenuhi oleh PT. Mitra Bina Medika demikian pula terhadap ijin PAK PT. Bina Karya Sarana.
“Oknum pejabat ULP dan oknum pejabat pengadaan diduga tidak melakukan penilaian kualifikasi melalui prakualifikasi atau pascakualifikas terhadap syarat kualifikasi PT. Mitra Bina Medika seperti disebut pada Pasal 6 PERPRES Nomor 54 Tahun 2010 sehingga diloloskan dan ditetapkan PT. Mitra Bina Medika sebagai pemenang lelang pengadaan akes kedokteran (Poliklinik) sebesar Rp10.022.500.000 dan pengadaan alat-alat rawat inap dan alat-alat kedokteran kamar mayat sebesar Rp7.092.450.000,” tegasnya.
Semestinya, sambung Yusril, pejabat ULP dan pejabat pengadaan menetapkan penyediaan barang yang melakukan penipuan atau pemalsuan dan pelanggaran lainnya seperti yang ditetapkan dalam PERPRES Nomor 54 Tahun 2010 kedalam Daftar Hitam serta melaporkannya kepada LKPP. Bahwa PT. Bina Karya Sarana sebagai pemenang lelang pengadaan pengadaan alat-alat kedokteran (radiologi) sebesar Rp14.547.000.000. Pengumuman pemenang PT. Bina Karya Sarana dilakukan melalui 3 kali perubahan yakni pada 27 Juni 2012, 4 Juli 2012 dan 6 Juli 2012.
Kemudian setelah masa sanggah 13 Juli 2012, penetapan PT. Bina Karya Sarana sebagai pemenang setelah masa sanggah ini diduga karena adanya surat rekomendasi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau perihal izin sub PAK. Tapi anehnya lelang pengadaan alat-alat kedokteran (radiologi) tersebut akhirnya dibatalkan.
Bukan itu saja, Yusril menuding bahwa PT. Bina Karya Sarana dan PT. Mitra Bina Medika tidak tertib administrasi pajak. Hal ini terindikasi PT. Bina Karya Sarana memiliki NPWP ganda, yaitu: 03.006.574.2-217.000 dan 03.006.574.2-215.000, demikian juga PT. Mitra Bina Medika memiliki NPWP ganda, yaitu: 1. NPWP 02.795.952.7-217.000 dan 2.NPWP 02.795.952.7-215.000. NPWP ganda ini bertentangan dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-20/PJ/2008 Tentang Penyampaian Peraturan Jenderal Pajak Nomor 26/PJ/2008 Tentang Tata Cara Penanganan Wajib Pajak yang memiliki nomor pokok wajib pajak dengan pengguna ganda.
“Nomor Pokok wajib pajak (NPWP) merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Oleh karena itu setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu NPWP. Selain itu NPWP juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak serta dalam pengawasan administrasi perpajakan,” terangnya.
Kecurangan lain disebutkan Yusril, bahwa PT. Bina Karya Sarana selaku pemenang lelang pengadaan alat-alat kedokteran peralatan pusat sterilisasi (CSSD) sebesar Rp3.400.000.000, namun hingga penandatanganan kontrak tanggal 12 Juni 2012 pengadaan yang dimaksud belum juga diadakan.
Semestinya sesuai Pasal 93 ayat (2) PERPRES No.54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah dilakukan pemutusan kontrak PT. Bina Karya Sarana dengan sanksi berupa jaminan pelaksanaan dicairkan, sisa uang muka harus dilunasi oleh PT. Bina Karya Sarana atau jaminan uang muka dicairkan, PT. Bina Karya Sarana membayar denda, serta PT. Bina Karya Sarana dimasukkan dalam Daftar Hitam.
“Anehnya justru PT. Bina Karya Sarana bisa tampil sebagai pemeneng lelang Pengadaan Alat-Alat Kedokteran (Poliklinik) sebesar Rp10.339.000.000,” sindirnya.
Yusril menyebutkan bahwa lelang pengadaan tersebut sarat kolusi. Berdasarkan telusurannya, disinyalir ada permainan secara sistematis dengan beberapa peran oknum yang mengatur di ULP dan POKJA pengadaan Pemko Batam. Oknum ini berperan mengatur dokumen lelang dan dukungan distributor dengan menutup dan atau mengunci spesifikasi teknis barang, Oknum pengusaha yang berperan mengatur pembagian komisi, serta oknum yang berperan sebagai penghubung proses lelang dan penyedia barang.
Diduga Direktur RSUDEF Batam drg. Fadillah Malarangan sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) merangkap pejabat pembuat komitmen (PPK) menyalahgunakan wewenangnya dengan mengintervensi ketua pokja pengadaan untuk memenangkan PT. Intan Persada Global dalam pengadaan alat-alat kedokteran peralatan pusat sterilisasi (CSSD) sebesar Rp3.650.000.00.
Berdasarkan keterangan sumber bahwa PT. Intan Persada Global dipinjam pakai oleh oknum Sekretaris Tim Sukses Walikota Batam, Ahmad Dahlan yang berperan menenangkan kekisruhan Direktur RSUD Batam drg. Fadillah malarangan dengan penyedia barang CSSD PT. Bina Karya Sarana
Diduga pejabat penerima hasil pekerjaan (PPHK) membuat dan menandatangani berita acara serah terima hasil pekerjaan tidak sesuai kontrak.
“Kualitas alkes yang diserahkan lebih rendah dari ketentuan dalam spesifikasi tenis kontrak yang berpotensi kerugian Negara”, jelas Yusril.
Dia juga mengindikasikan bahwa alkes CSSD yang disediakan bukan kualitas eropa melainkan dengan merek UGAIYA dan DEKO. Kedua merek alkes tesebut berasal dari India dan diduga kuat tidak memiliki ijin edar di Wilayah Republik Indonesia seperti disyaratkan pada Pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1190/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
Terkait hal di atas, hingga berita ini diunggah media ini belum berhasil mengkonfirmasi pihak-pihak terkait. (Tim)