Lingga, LintasKepri.com – Aktivis muda Kabupaten Lingga, Mandala, angkat bicara terkait salah satu oknum camat yang dipanggil pihak Bawaslu setempat karena diduga mendukung salah satu paslon peserta Pilkada.
Mandala menduga Bawaslu Lingga ditunggangi kepentingan politik salah satu paslon Bupati dan Wakil Bupati Lingga.
“Saya menduga Bawaslu Lingga sudah tidak profesional. Hal itu berdasarkan beberapa hal yang saat ini sedang diusut Bawaslu terkesan tidak mendasar,” ujar Mandala dijumpai di Kelurahan Pancur Kecamatan Lingga Utara, Kamis (22/10).
Menurutnya, Bawaslu seakan-akan tidak dapat bekerja secara netral. Karena, dari sebelum masuknya masa kampanye hingga sekarang ini, Bawaslu terkesan tajam ke bawah bagi ASN.
“ASN kan mempunyai hak pilih namun saat ini mereka seperti di cabut Hak Berdemokrasi,” tegas Mandala.
Kata dia, seharusnya Bawaslu Lingga lebih jeli melihat permasalahan.
“Jangan tipis kuping, sanggup menumbalkan orang yang tidak bersalah karena kepentingan,” tutur Mandala.
Dia menjelaskan, saat ini ASN dituntut untuk bersikap netral tidak memihak kepada masing-masing pasangan calon peserta Pilkada. Disisi lain ASN mempunyai hak pilih dalam pemilihan kepala daerah.
“Dalam arti boleh ikut berpartisipasi mencoblos. Hal semacam ini membuat ambiguitas bagi para ASN,” nilai Mandala.
Dia mengungkapkan, netralitas jika didefinisikan adalah sikap netral tidak memihak.
“Bagaimana mungkin jika seorang ASN yang dituntut netral tapi boleh mencoblos. Jadi, dalam hal ini ASN dipandang harus kemudian menaruh rasa netral. Diperjelas dimana letak posisi kata netral khusus untuk ASN,” terangnya.
Diketahui, dalam peraturan pemerintah nomor 37 tahun 2004, jelas bahwa larangan yang dimaksud apabila ASN menjadi pengurus atau anggota partai politik.
Dalam surat edaran Menpan SE/08.A/M.PAN/5/2005 tentang netralitas pegawai negeri sipil dijelaskan bahwa ASN dilarang terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala atau Wakil Kepala Daerah.
“Pertanyaannya kapan dikatakan seorang ASN terlibat dalam kegiatan kampanye? Dalam PP. No. 53 Tahun 2010, dijelaskan bahwa setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus menjaga netralitas dalam Pemilu, seperti tidak boleh menjadi tim sukses, tim kampanye, atau hanya ucapan dukungan atau berpoto bersama calon menggunakan simbol-simbol tertentu terhadap calon kepala daerah yang akan ikut dalam Pilkada,” paparnya.
“Banyak contoh bisa kita lihat oknum ASN yang dipanggil oleh Bawaslu karena diduga tidak bersifat netral dalam Pilkada. Seperti menghadiri undangan, berfoto bersama dan lain sebagainya yang berbau simbol-simbol tertentu di dalam foto yang menyebabkan ASN tersebut dipanggil,” tambah Mandala.
Dia juga mempertanyakan apakah semua laporan yang dilaporkan kepada Bawaslu harus diproses tanpa adanya filter.
Jika demikian adanya, bisa-bisa terjadi banyak ASN yang akan dirugikan. Misalnya, karena ada laporan tertentu yang menyebabkan ASN tersebut dipanggil oleh Bawaslu.
Pertama, ASN tersebut habis waktu untuk menghadiri panggilan. Kedua, belum lagi diberitakan oleh media, menanggung malu karena diberitakan.
“Apakah hal semacam ini tidak rentan untuk dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu?,” tanya Mandala.
Aktivis muda Lingga ini berharap, kasus seperti itu diperjelas agar para ASN tidak merasa dirugikan atau dirampas hak-haknya untuk berdemokrasi.
(fza)