Natuna, LintasKepri.com – Sejak dilakukan pembinaan selama 2 tahun oleh Tim Pelaksana Pembinaan Industri Rumahan (IR) Kabupaten Natuna, 7 pelaku IR yang ada di Kecamatan Bunguran Timur Laut (BTL) berhasil naik kelas.
Hal itu diketahui saat Tim Pelaksana Pembinaan IR Natuna, melaksanakan peninjauan kepada sejumlah pelaku IR yang ada di 3 Desa di Kecamatan BTL, belum lama ini.
Peninjauan tersebut dipimpin langsung oleh Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA) Natuna, Hj. Kartina Riauwita, beberapa waktu lalu.
“Alhamdulillah ada peningkatan. Bahkan kami mencatat, ada tujuh pelaku IR yang naik kelas. Dari kelas IR 2 menjadi kelas IR 3. Artinya ada keberhasilan dalam pembinaan yang kami lakukan selama ini,” ujar Kartina Riauwita, kepada media ini. Rabu (29/05/2019) siang.
Saat dilakukan peninjauan, sejumlah kelompok IR yang ada di Kecamatan BTL, sudah mulai mengembangkan usahanya, selama memasuki bulan Suci Ramadhan 1440 hijriyah tahun ini.
“Waktu kami lakukan peninjauan, para kelompok IR ini banyak yang berjualan takjil atau menu berbuka puasa selama Ramadhan. Berarti ada peningkatan, karena sebelumnya mereka hanya berjualan olahan makanan ringan saja, yang jumlahnya tidak banyak,” ujar Kartina Riauwita.
Kartina menjelaskan, bahwa ada 3 buah Desa di Kecamatan BTL, yang dijadikan Desa percontohan kelompok pelaku IR. Yaitu Desa Tanjung, Desa Limau Manis dan Desa Ceruk.
“Ketiga Desa tersebut sudah kita lakukan pembinaan dari tahun 2017 hingga tahun 2019 saat ini, berarti sudah berjalan sekitar 2 tahun. Mereka juga pernah mendapatkan bantuan mesin penggiling daging 2 buah dan pedal sealer 2 buah,” terangnya.
Dijelaskannya, bahwa ada 3 tingkatan IR yang menjadi sasaran Tim Pelaksana Pembinaan IR Natuna. Yaitu pelaku IR kelas 1, pelaku IR kelas 2 dan pelaku IR kelas 3.
“Kalau sudah naik menjadi pelaku Industri Mikro, akan kita serahkan pembinaannya kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag, red). Karena kalau pelaku Industri Mikro, sudah bukan menjadi sasaran kami,” terangnya.
Dalam kriteria IR kelas 1, yaitu produksinya tidak kontinu, jualan lepas, mudah bangkrut, modal sendiri dibawah Rp 5 juta, masih manual dan hanya dikerjakan oleh 1 hingga 2 orang tenaga kerja.
Kemudian IR kelas 2 yaitu produksi semi kontinu, jual lepas dan pesanan tidak menentu, mudah ganti produk, modal sendiri dan pinjaman bank dari mulai Rp 5 juta hingga Rp 25 juta. Serta sudah menggunakan tekhnologi sederhna, dan memiliki 2 hingga 3 orang tenaga kerja.
Selanjutnya untuk kriteria IR kelas 3 yaitu produksi kontinu, pesanan khusus, keberlanjutan tinggi, modal sendiri atau pinjaman diatas Rp 25 juta hingga Rp 50 juta. Serta sudah memiliki tekhnologi maju, bersih dan memiliki 6 hingga 10 orang tenaga kerja.
Kartina Riauwita menambahkan, bahwa Tim Pelaksana Pembinaan IR Natuna terdiri dari beberapa Instansi terkait. Diantaranya Badan Perencanaan, Penelitian dan Pembangunan Daerah (BP3D), Dinsos PPPA, Dinas Kesehatan, Dinas Pariwisata, Disperindagkop, Dinas Komunikasi dan Informatika(Diskominfo) serta Dinas Perikanan.
“Jadi kami dalam tim ini, setiap bulan sekali selalu melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor, red), untuk melakukan evaluasi terhadap pelaku IR yang kami bina selama ini,” tutur Kartina Riauwita.
Ia menyebutkan, bahwa ada kendala yang membuat pelaku IR susah untuk mengembangkan usahanya. Karena kata dia, sebagian besar dari pelaku IR, tidak bisa menguasai kemajuan tekhnologi.
“Itu lah kendala kami, para pelaku IR yang kami bina tidak bisa mengoperasikan HP Android. Padahal kalau mereka bisa mengoperasikannya, akan lebih mudah dan sangat efisien untuk mempromosikan produk olahan mereka. Namun biar bagai manapun, kami akan terus membina mereka, sampai mereka bisa mandiri dan memiliki tekad yang kuat untuk meningkatkan perekonomian mereka,” pungkas Kartina Riauwita.
Laporan : Erwin Prasetio