“Seharusnya informasi penilaian yang dilakukan Tim Adipura dalam menilai dibuka untuk konsumsi publik,”
Tanjungpinang, LintasKepri.com – LSM Lidik Kepri mempertanyakan cara penilaian tim Adipura pusat dalam melakukan penilaian layak atau tidaknya suatu kota mendapatkan penghargaan Adipura yang menyangkut dengan lingkungan yang didapat Ibu Kota Provinsi Kepri, Tanjungpinang di tahun 2016.
“Seharusnya informasi penilaian yang dilakukan Tim Adipura dalam menilai dibuka untuk konsumsi publik. Terbuka dong, itukan bukan rahasia negara,” kata pengurus LSM Lidik Kepri, Indra Jaya kepada LintasKepri.com melalui sambungan seluler, Sabtu (23/7).
Sebelumnya juga, dimasa kepemimpinan walikota Tanjungpinang, Lis Darmansyah, memasuki tahun ke-3, baru kali inilah Tanjungpinang mendapatkan penghargaan piala Adipura Buana untuk kategori kota sedang dari Presiden Republik Indonesia setelah dua tahun sebelumnya gagal diraih.
Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla di Kabupaten Siak, Provinsi Riau kepada Walikota Tanjungpinang, Lis Darmansyah, Jumat (22/7) lalu.
Indra menuturkan, yang harus dilihat dalam arti layak Tanjungpinang mendapatkan Adipura Buana ada beberapa item yang wajib dipertanyakan dalam hal kesesuaian mendapatkan penghargaan tersebut yang pada intinya harus sesuai dengan kenyataan.
“Maksudnya jika Tanjungpinang mendapat piala Adipura Buana, dilihat kondisi ril yang ada, mulai dari lorong dan sebagainya, kita ingin sesuai dengan yang sebenarnya. Seperti contoh, keberadaan sampah dan lainnya,” tegasnya.
Indra juga mengkritik keberadaan sampah di pelantar 2 Kota Tanjungpinang yang saat ini masih ditemukan menumpuk.
“Itu bukan nya satu atau dua hari keberadaannya, tapi bertahun-tahun. Pemerintah Kota Tanjungpinang mempunyai Dinas Kebersihan, sejauh mana dinas itu merealisasikan tentang menanggulangi permasalahan sampah. Anggaran dan Retribusi sampah ini maksimal tidak dipergunakan,” katanya.
Selain itu, dirinya juga meminta Pemko Tanjungpinang melakukan sosialisasi permasalahan tersebut dengan mengajak masyarakat untuk bisa hidup bersih dan tidak membuang sampah di sembarang tempat.
“Harapan kita, Tanjungpinang sebagai ibu kota provinsi hendaknya bersih kedepannya. Sehingga, sesuai dengan Adipura yang sebenarnya. Karena untuk mendapatkan piala Adipura ini ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan,” ungkapnya.
Indra juga heran penilaian Adipura kapan, dan tim penilai turun selama ini juga tidak banyak diketahui oleh masyarakat.
“Apabila ini tidak dilakukan, tentunya transparansi keterbukaan informasi publik dipertanyakan. Kita tidak ingin hal seperti itu terjadi,” ucapnya.
Indra juga menyebut masih ada penimbunan-penimbunan hutan mangrove yang masih dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Bahkan, menurutnya juga manfaat dengan dapatnya Tanjungpinang piala Adipura Buana, belum menyentuh luas ke masyarakat.
“Manfaat untuk masyarakat dengan didapatnya Adipura itu sendiri belum menyentuh terlalu luas,” katanya lagi.
Dia juga berpendapat dengan adanya arak-arakan terhadap piala Adipura Buana pada hari ini hanya terkesan kegiatan ceremonial saja.
Terkait Pemko Tanjungpinang memboyong camat, Indra juga mempertanyakan anggaran yang dipergunakan. Bahkan dirinya mengungkapkan hal itu terlalu berlebihan.
“Saya mempertanyakan anggarannya, apakah camat ikut menggunakan dana pribadi atau dibiayai oleh pemerintah. Cukup Kepala Dinas Kebersihan dan BLH sajalah yang ikut menjemput piala Adipura itu,” tegasnya lagi.
Terhadap petugas kebersihan (Pasukan Kuning,red) yang di gaji berkisar Rp700.000 hingga Rp800.000, Indra menilai tak layak.
“Seharusnya pemerintah menggaji sesuai UMK Kota Tanjungpinang sebagai pahlawan kebersihan. Itu harus diprioritaskan juga,” tutupnya. (Iskandar Syah)
GAM hanya pandai berkomentar, perlu di ketahui untuk kebersihan bukan hanya pemerintah saja yg mesti turun tangan tapi seluruh masyarakat,yg membawa nama anak melayu apa kontribusi bagi kebersihan kota tanjungpinang