PULAU Penyengat adalah sebuah pulau bersejarah yang terletak di dekat Tanjungpinang di Provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini pernah menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Lingga Riau pada abad ke-19 dan menjadi rumah bagi banyak reruntuhan bersejarah, antara lain Masjid Agung Sultan Riau yang dibangun tanpa paku, serta Makam Sultan dan Kerajaan.
Pulau ini juga terkenal dengan budaya Melayu yang kental, yang masih dipertahankan oleh masyarakat lokal yang sebagian besar bergerak di bidang perikanan, pertanian, dan pariwisata. Keindahan alam dan kekayaan sejarah Pulau Penyengat menjadikannya destinasi wisata yang menarik.
Pulau ini dapat diakses dari pelabuhan Tanjung Pinang dan mempunyai potensi untuk meningkatkan potensi ekonominya melalui pengembangan lebih lanjut untuk infrastrukturnya dan pariwisata.
Tetapi dari kondisi Pelabuhan Penyengat tidak mendukung untuk keuntungan pariwisata tersebut, Pelabuhan ini sangat membutuhkan renovasi dan pengembangan.
Dibutuhkan renovasi dikarenakan kerusakan parah yang terjadi seperti atap-atap yang banyak bolong, sanggahan yang berkarat bahkan patah dan kekhawatiran lainnya.
Jika renovasi ini dilakukan dapat dipastikan bahwa pengunjung lebih tenang dan nyaman untuk menggunakan fasilitas yang disediakan dipelabuhan.
Pengembangan juga diperlukan untuk peningkatan segi wisata dan mulai menarik banyak lagi wisatawan bisa dengan cara ditingkatkan keamanan transportasinya, kebersihan Pelabuhan dan lainnya.
Jika hal ini dilakukan dapat dipastikan juga ketertarikan dan pandangan wisatawan dan warga menjadi meningkat yang dimana itu akan membuat pengunjung yang lebih banyak dan menguntungkan untuk daerah dan Pulau Penyengat itu sendiri.
Untuk pengembangan Pelabuhan ini Kota Tanjungpinang membutuhkan wewenang lebih dan dana dari pusat untuk Kota Tanjungpinang mengembangkan daerah pariwisatanya ini.
Maka menurut saya jika pengembangan infrastruktur ini dilaksanakan, Kota Tanjungpinang akan mendapat pertumbuhan ekonomi yang baik dan meningkatkan mobilitas untuk pengunjungan Pulau Penyengat.
Penulis: Artyson Firman Poyoh, mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji, Prodi Ilmu Pemerintahan.