KEPULAUAN RIAU adalah provinsi yang menunjukkan kemajuan ekonomi yang pesat. Pada
Triwulan III 2024, Kepri berhasil mencapai laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5,02%, sehingga menjadikannya provinsi dengan pertumbuhan tertinggi ketiga di wilayah Sumatera.
Namun, di balik angka-angka pertumbuhan yang patut dibanggakan ini, terdapat kenyataan yang lebih rumit, adanya kesenjangan pembangunan yang besar antara pusat-pusat ekonomi terutama di bidang pariwisata dan daerah pedesaan di sekitarnya.
Kesenjangan tersebut mencerminkan penerapan desentralisasi yang belum sepenuhnya berhasil dalam menyebarkan kemakmuran kepada semua golongan masyarakat.
Sektor pariwisata, khususnya melalui pajak hotel, telah berperan sebagai penyumbang
utama Pendapatan Asli Daerah (PAD). Batam, yang merupakan kota utama di Kepri,
menorehkan prestasi mengagumkan dalam bidang ini.
Pada tahun 2024, penerimaan pajak perhotelan mencapai Rp159,96 miliar, melebihi sasaran yang ditentukan sebesar Rp157,5 miliar, atau sekitar 101,56% dari target. Bidang kuliner dan minuman turut memberikan kontribusi sebesar Rp151,05 miliar, sedangkan sektor hiburan menyumbangkan Rp46,73 miliar.
Secara keseluruhan, pendapatan pajak dari industri pariwisata di Batam pada tahun 2024 mencapai Rp357,74 miliar. Data-data tersebut sungguh patut dibanggakan dan menunjukkan bahwa strategi desentralisasi keuangan telah memberi kemandirian fiskal kepada pemerintah lokal untuk mengelola pemasukan dan pengeluarannya secara mandiri.
Batam, berkat posisinya sebagai pusat industri dan bisnis, mampu mengoptimalkan
peluang wisata guna menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Akan tetapi, capaian ini
rupanya hanya terlihat di beberapa lokasi terbatas.
Batam dan Tanjung Pinang maju cepat dengan fasilitas modern untuk menopang sektor pariwisata, kabupaten-kabupaten seperti Natuna, Anambas, Lingga, dan Karimun masih jauh ketinggalan dalam pembangunan infrastruktur mendasar. Akses jalan, jembatan, listrik, dan sarana pendidikan di pedesaan masih sangat terbatas dan perlu menjadi fokus utama. Angka Indeks Kemandirian Fiskal (IKF) untuk Triwulan I 2024 mengonfirmasi persoalan ini. Kota Tanjungpinang, Kabupaten Karimun, Kabupaten Bintan, Kabupaten Natuna, Kabupaten Lingga, dan Kabupaten Kepulauan Anambas semuanya tergolong “Belum Mandiri” dalam hal fiskal. Hanya Kota Batam yang masuk kategori “Menuju Kemandirian”.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah di Kepri masih sangat
mengandalkan bantuan keuangan dari pemerintah pusat sekaligus menegaskan bahwa
mekanisme desentralisasi belum berjalan optimal.
Dari segi normatif, desentralisasi sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 menekankan pentingnya pemberian kewenangan kepada daerah untuk mengelola urusan pemerintahan berdasarkan potensi dan kebutuhan lokal.
Intinya jelas agar pengembangan lebih lancar, efisien, dan sesuai karakteristik wilayah. Akan tetapi, Kepri dihadapkan pada hambatan struktural yang cukup kompleks. Pertama, kondisi geografis berbentuk kepulauan menyebabkan biaya pembangunan lebih mahal dan pengiriman logistik lebih lamban.
Kedua, Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten/kota selain Batam cukup rendah, sehingga kemampuan fiskal mereka untuk membangun infrastruktur dasar terbatas.
Ketiga, aturan terkait dana alokasi sering kali belum disesuaikan dengan kebutuhan riil pengembangan di wilayah yang tertinggal.
Ketimpangan ini juga berdampak langsung pada kehidupan masyarakat desa. Di sejumlah
desa di Lingga dan Natuna, anak-anak masih harus menempuh jarak yang jauh untuk sampai ke sekolah.
Koneksi internet tidak stabil, layanan kesehatan terbatas, dan sumber penghidupan yang bergantung pada laut tidak selalu memberikan hasil yang stabil. Di sisi lain, di Batam, aktivitas ekonomi berjalan dengan baik melalui akomodasi wisata, pusat industri, dan tempat rekreasi yang terus bertambah.
Perbedaan antara “gemerlap perkotaan” dan “kesunyian pedesaan” ini makin menunjukkan bahwa laju ekonomi Kepri masih terpusat dan belum mencakup semua lapisan.
Untuk mengatasi ketimpangan, dibutuhkan tindakan nyata dari pemerintah provinsi serta kabupaten/kota.
Pertama, perlu diperkuat pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor wisata agar wilayah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kecil masih memiliki kapasitas keuangan untuk membangun infrastruktur dasar.
Kedua, pemerintah daerah harus mendorong pertumbuhan destinasi wisata pedesaan yang memanfaatkan kekuatan lokal seperti ekowisata di Natuna, wisata budaya di Lingga, atau wisata pantai di Anambas. Inisiatif ini tidak hanya memberikan tambahan penghasilan, tetapi juga membuka lapangan pekerjaan untuk warga desa.
Ketiga, peningkatan kapasitas aparatur desa dan pemerintah kabupaten merupakan faktor penting agar anggaran pengembangan dimanfaatkan secara efisien dan transparan.
Keempat, pemerintah provinsi sebaiknya mendorong kerja sama investasi antara Batam dan daerah lainnya, seperti melalui skema Corporate Social Responsibility (CSR) terpadu atau kemitraan ekonomi wilayah.
Desentralisasi sebenarnya bukan sekadar memindahkan wewenang dari pusat ke daerah, melainkan memastikan bahwa setiap daerah mampu berkembang secara mandiri dengan otonom.
Pembangunan yang hanya berfokus pada pusat ekonomi tanpa meningkatkan daerah pedesaan justru memperbesar kesenjangan dan melanggar tujuan utama otonomi daerah.
Kepri memiliki potensi besar untuk berkembang sebagai provinsi yang progresif dan adil, namun itu hanya bisa terwujud jika pembangunan tidak lagi terpusat di Batam saja.
Akhirnya, gemerlap pajak hotel dan sektor pariwisata Kepri memang menarik, tetapi
kemajuan yang sesungguhnya adalah ketika cahaya pembangunan juga menerangi desa-desa yang selama ini tertinggal.
Sudah waktunya pemerintah lokal memastikan bahwa setiap rupiah dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak hanya membangun perkotaan, tetapi juga membuka peluang bagi kemakmuran warga di seluruh provinsi. Tanpa itu, desentralisasi hanya akan menjadi slogan indah tanpa makna yang nyata.
Penulis: Dea Putri Rahmadhani
Mahasiswa Mata Kuliah Desentralisasi dan Reformasi Teritorial Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Maritim Raja Ali Haji






