Pemko Tanjungpinang Belum Laporkan Pelindo Ke Polisi

Avatar
Sekdako Tanjungpinang Riono
Sekdako Tanjungpinang Riono
Sekdako Tanjungpinang Riono
Sekdako Tanjungpinang Riono

Tanjungpinang, LintasKepri.com Diduga, tidak memiliki dasar hukum yang kuat, Pemerintah Kota (Pemko) Tanjungpinang sampai detik ini belum melaporkan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II ke aparat penegak hukum, terkait indikasi korupsi pungutan pass Pelabuhan Sri Bintan Pura (SBP) Tanjungpinang yang dikabarkan angkanya mencapai miliaran rupiah.

Sekretaris Daerah Kota (Sekdako) Tanjungpinang Riono membenarkan informasi belum ada laporan resmi Pelindo ke pihak berwajib (polisi) terkait masalah hukum yang digembar-gemborkan tim pengacaranya di sejumlah media harian dan online tersebut.
Namun, ketika ditanya apakah lantaran minimnya alat bukti sehingga mandek laporan, Riono menegaskan, bahwa pihaknya akan mengkonsultasikan persoalan tersebut kepada tim hukum pemerintah daerah.

“Akan (bakal dilaporkan,red) tapi belum. Mau melaporkan itukan banyak hal yang harus didudukan. Yang akan dilaporkan ini juga pemerintah (PT Pelindo,red). Makanya kami perlu duduk minta pendapat dengan pengacara negara (Kejaksaan) dan bagian hukum pemerintah,” beber Riono kepada LintasKepri.com, Kamis (11/2).

Riono yakin persoalan Pemko dan Pelindo akan tuntas plus hak pemerintah daerah (dana bagi hasil pungutan pass pelabuhan) dibayarkan mereka sesuai komitmen. Jika tidak, tentu akan menjadi permasalahan hukum.

“Meski perjanjian kerjasama berakhir (pada masa kepemimpinan walikota Suryatati A manan,red), Pelindo tetap mengambil dana dari masyarakat (pass pelabuhan,red). Kan itu termasuk pidana itu, alias gak ada dasarnya,”ungkapnya.

“Perjanjian sudah berakhir, harus dipilah. Yang berhentikan Pelindo itu adalah masa perjanjian dan ada masa setelah perjanjian berakhir. Makanya saya bilang, saya akan masih mengkaji kalau misalnya dugaan korupsi dan lain sebagainya. Yang berhak melaporkan itu siapa nanti dan siapa yang dirugikan, tepat tidak pemko yang dirugikan atau masyarakat nanti yang melaporkan atas nama masyarakat. Karena tidak ada MoU (kerjasama,red),”sambung Riono.

Riono menambahkan, jika dilaporkan dalam wan prestasi sangat bisa. Karena, ada dasar perjanjian sebelumnya.

“Yang dalam masa perjanjian bisakan. Tetapi setelah masa perjanjian berakhir, Pelindo masih tetap mengambil pungutan, apakah bisa Pemko melaporkan?. MoU itu tidak dengan BUMD. MoU antara Pelindo dan pemerintah alias B to G (bisnis dengan govermant). Nah, Pelindo bilang pembayaran B to G tak boleh, makanya diputus kerjasama sepihak. Pelindo minta kerjasama B to B (Pelindo melalui BUMD) baru mereka bisa bayar. Kita bilang oke, tapi bayar dulu hutangnya, baru kita sistem kontrak kerjasama baru dengan B to B,” tutup Riono.

NCW : Langkah Hukum Pemko Tanjungpinang Bakal Sia-Sia

Terpisah, Ketua National Corruption Watch (NCW) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Muren Mulkan
menilai langkah hukum yang akan dilakukan Pemko Tanjungpinang bakal sia-sia. Karena, menurut Mulkan, tidak ada dasar hukum yang kuat (MoU) dalam menuntut dana bagi hasil pungutan pass pelabuhan tersebut.

“Dasar pembayarannya tidak ada. Jadi, Pelindo mau bayar pakai apa, dasar hukumnya tidak ada,” bebernya.

Mulkan mengungkapkan, awal mula persoalan ini mencuat berdasarkan temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Temuan itu menyangkut adanya tagihan yang mesti dibayar oleh Pelindo (pungutan pass pelabuhan). Hal ini membuat Pemko Tanjungpinang kalang kabut, karena kontrak kerjasama lanjutan (MoU) tidak mereka buat.

“Itu berdasarkan temuan dari BPK ada tagihan ke Pelindo, sedangkan MoU tidak dibuat Pemko Tanjungpinang. Itu kesalah Lis (Walikota Tanjungpinang,red). Nah, makanya kalau ada kesalahan disitu, dijalur hukum aja di pengadilan dibuka semua dimana kesalahannya. Tagihan yang mesti Pemko dapatkan dari Pelindo kalau tak salah saya nilainya 2 miliaran lebih,” tutup Mulkan. (yan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *