Nyaris Bentrok, Pemilik Tanah Sengketa Menuntut Keadilan

Avatar


Tanjungpinang, LintasKepri.com – Berstatus sengketa, pihak keluarga Alm. Abdul Madjid yang mengklaim memiliki tanah seluas kurang lebih 5,946 meter persegi, dan bersertifikat, nyaris bentrok dengan salah satu warga yang juga merasa memiliki tanah diatas lahan seluas tersebut, Jumat (22/12).

Tanah itu berlokasi di Jalan Raja Haji Fisabilillah, Kilometer 8, Kelurahan Seijang, Kecamatan Bukit Bestari, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Permasalahan sengketa tanah telah terjadi beberapa tahun, dan tak kunjung ada penyelesaian dari pemerintah setempat.

Dilokasi terlihat anggota polisi berpakaian preman dan dinas dari Polres Tanjungpinang berupaya meredam kedua belah pihak yang nyaris baku hantam tersebut.

Kepada media ini, Afrizal dan Tatang Sukandar yang merupakan bagian dari keluarga Alm. Abdul Madjid, memperlihatkan beberapa bukti penunjang atas kepemilikan lahan tanah seluas 5,946 meter persegi, seperti lampiran foto copy sertifikat nomor 1327 tanggal 19 Februari 1982 atas nama Abdul Madjid. Kemudian, sertifikat nomor 1329 tanggal 8 April 1989 atas nama Abdul Madjid, riwayat tanah atas nama Abdul Madjid, gambar ukuran luas tanah, buku tanah dan lain-lain.

Kata Afrizal, tanah yang bersengketa tersebut adalah tanah keluarganya seluas kurang lebih 5.946 meter persegi diambil orang, kemudian dijual dan dibangun perumahan.

Ia dan keluarga tidak terima dan memagar tanahnya, serta memasang papan nama tanah miliknya. Tindakan pemagaran tanah ini memicu terjadinya konflik antara kedua belah pihak.

“Kami memagar tanah kami seluas 5.946 meter ini untuk menghindari orang mengambil tanah kami, mereka merobohkan pagar kami, hari ini, kami sedikitpun tidak pernah menjual tanah kami kepada siapapun, yang kami ambil tanah kami sendiri, ini hak kami,” tegasnya saat dilokasi.

Afrizal menjelaskan, permasalahan tanahnya yang diambil orang sudah melalui proses mediasi di Kelurahan dan Kecamatan setempat, bahkan dia dan keluarganya sudah membawa permasalahan penyerobotan tanah tersebut ke pihak kepolisian.

“Kami sudah melapor dari 2003, katanya masih dalam proses polisi, malah kami punya hak, kami punya sertifikat tahun 1982, kami menuntut hak kami. Kami sudah membuat kesepakatan di kelurahan dulu, kelurahan dan dihadiri BPN Tanjungpinang menyatakan dalam berita acara tidak boleh membangun, tapi masih juga dibangun, sampai sekarang koordinasi tidak ada ada hasil,” paparnya.

Afrizal mengatakan, orang yang mengambil tanah keluarganya itu bernama Kalimi.

“Dia menjual sama masyarakat, ini pembodohan, masyarakat dibodoh-bodohi, jangan sampai ada korban lagi,” tuturnya.

Dilokasi tanah yang bersengketa terlihat belasan rumah telah dibangun. Hingga berita ini dilansir, media ini belum berhasil mengkonfirmasi terkait kepemilikan tanah yang bersengketa dengan pihak-pihak terkait.

(Iskandar) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *