Lintaskepri.com, Tanjungpinang – Maraknya penangkapan Pekerja Migran Indonesia (PMI) nonprosedural atau ilegal memunculkan pertanyaan besar dari masyarakat terkait pengawasan Kantor Imigrasi dalam proses penerbitan paspor.
Masyarakat mempertanyakan apakah prosedur pembuatan paspor saat ini sudah memadai, terutama dalam memastikan latar belakang pemohon.
Apakah calon pemilik paspor bisa dengan mudah mendapatkannya tanpa pemeriksaan mendalam seperti latar belakang keluarga, pekerjaan, dan tujuan keberangkatan mereka?
Kepala Seksi Lalu Lintas Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I Tanjungpinang, Alfian Hasibuan, menjelaskan secara umum, persyaratan pembuatan paspor hanya meliputi dokumen seperti Akta Kelahiran, Kartu Keluarga, dan Kartu Tanda Penduduk.
Namun, untuk pemohon berusia 19-30 tahun, Imigrasi memiliki langkah tambahan berupa pertanyaan khusus untuk menggali tujuan pembuatan paspor.
“Kami juga meminta jaminan berupa surat pernyataan resmi dari keluarga inti atau pihak yang tinggal di negara tujuan. Jika pemohon tidak mampu memberikan jawaban meyakinkan, kami tidak akan melanjutkan proses pembuatan paspor,” ungkapnya, Senin (18/11/2024).
Alfian menegaskan, tidak ada aturan yang melarang masyarakat membuat paspor, karena hak tersebut dijamin undang-undang.
Meski demikian, pihak Imigrasi terus berupaya melakukan pencegahan agar paspor tidak disalahgunakan, terutama oleh calon PMI yang berpotensi menjadi korban perdagangan manusia atau bekerja secara ilegal.
Bagi warga yang bermaksud bekerja di luar negeri, pihak Imigrasi mengarahkan mereka terlebih dahulu ke Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) untuk mendapatkan arahan dan konsultasi.
Namun, Alfian mengakui sulit mendeteksi apakah pemohon jujur atau tidak dalam memberikan informasi.
“Kami hanya bisa menggunakan intuisi saat wawancara, mengamati perilaku, cara berbicara, hingga penampilan pemohon,” jelasnya.
Dari data Imigrasi Kelas I Tanjungpinang, tujuh pemohon paspor diduga hendak menjadi PMI ilegal dengan tujuan Malaysia dan Singapura berhasil dihentikan prosesnya.
Ketujuh pemohon tersebut rata-rata berusia muda, lahir pada tahun 2000, dan berasal dari Tanjungpinang.
Sebagai tindakan, Imigrasi memberikan sanksi berupa penangguhan pembuatan paspor selama enam bulan hingga satu tahun.
Disertai pemberitahuan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi agar yang bersangkutan tidak dapat mengajukan paspor di seluruh Indonesia dalam kurun waktu tersebut.
Berdasarkan statistik, pemohon paspor berusia muda mencakup 30 persen dari total keseluruhan, sementara 70 persen lainnya adalah warga berusia 37 tahun ke atas.
“Kami memberikan perhatian khusus kepada pemohon usia muda karena lebih rentan terhadap risiko bekerja secara ilegal,” tutup Alfian. (Mfz)
Editor: Ism