Tanjungpinang, LintasKepri.com – Meskipun Pemilihan Walikota Tanjungpinang baru akan dimulai kisaran bulan Juni 2017, namun masyarakat sudah memberikan penilaian bahwa Lis Darmansyah dan Syahrul tidak layak untuk berpasangan kembali.
Demikian hasil jajak pendapat yang dilakukan Lembaga Kajian Kebijakan Publik dan Politik Lokal yang dimulai pada pertengahan bulan Januari 2016 yang lalu. Responden jajak pendapat kali ini adalah pengguna jejaring media sosial seperti facebook, tweeter, dan instagram yang berdomisili di Kota Tanjungpinang.
Sebanyak 61,4% responden mengatakan bahwa Lis-Syahrul tidak layak untuk berpasangan di Pilwako 2017 yang akan datang. Sedangkan responden yang menjawab “layak” jika Lis-Syahrul berpasangan kembali hanya sekitar 12,3% dan sisanya tidak menjawab.
Ada beberapa pertimbangan atau alasan responden memberikan pendapat demikian. Suradji Muhammad atau yang akrab disapa “adji”, yang juga selaku Direktur Eksekutif LK2PPL mengatakan, bahwa ada beberapa pertimbangan masyarakat menjawab demikian.
Diantaranya, Suradji memaparkan, pertimbangan tersebut antara lain komunikasi antara Lis dengan Syahrul dinilai tidak efektif. Bahkan beberapa momentum seperti perombakan posisi Kepala Sekolah yang didulu dilakukan tidak melibatkan Syahrul sebagai Wakil Walikota.
Padahal Syahrul dianggap lebih memehami karakter pejabat di institusi pendidikan karena backgroundya adalah PGRI (Persatuan Guru).
Pertimbangan lainya adalah bahwa keharmonisan yang ditunjukkan oleh kedua Pimpinan tertinggi di Kota Tanjungpinang ini hanya kamuflase atau lips service belaka. Banyaknya baliho yang dipajang dan ada foto keduanya justru dianggap sebagai bentuk pencitraan semata.
Komunikasi yang dilakukan Lis-Syahrul kepada warga Kota hingga saat ini (3 tahun memimpin) dianggap masyarakat Kota Tanjungpinang masih jauh dari efektif. Sebagian besar responden (68,4%) beranggapan bahwa komunikasi mereka belum efektif. Sedangkan yang memberikan jawaban bahwa komunikasi kedua sudah efektif baru sekitar 12,3%.
Media komunikasi yang ada saat ini dirasa masyarakat belum efektif. Akun jejaring sosial yang mengatasnamakan nama keduanya masih dianggap belum komunikatif untuk mendengar dan berkomunikasi dengan warga kota yang saat ini sudah “melek” teknologi.
Suradji berharap sisa waktu yang dimiliki keduanya dapat dimaksimalkan untuk lebih mendengar dan sekaligus mengakselerasi keinginan dan harapan warga kota tnajungpinang.
Penggunaan media sosial menjadi sarana yang paling efektif saat ini karena lebih mudah dan murah tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Ditengah kesibukan keduanya media sosial bisa menjadi solusi guna mendengar lebih banyak harapan dan keluhan serta kritik dari masyarakat.
Masyarakat sudah bisa membadingkan antara Gubernur Jateng, Gubernur Jatim, Walikota Bandung yang begitu akrab dengan warganya berbekal media sosial masing—masing.
“Kemajuan teknologi harus dimanfaatkan guna mendukung partisipasi masyarakat dalam membangun Ibu Kota Provinsi yang tercinta ini,” tutup peneliti dan sekaligus dosen yang sedang menempuh pendidikan Doktor bidang Politik Islam di Universitas Muhammadiyah Yogjakarta ini dengan singkat.(yan)