Lintaskepri.com, Tanjungpinang — Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) melalui program Pembinaan Masyarakat Taat Hukum (Binmatkum) kembali menggelar kegiatan Penerangan Hukum, Senin (2/6/2025), di Kantor Kecamatan Tanjungpinang Timur.
Kegiatan ini mengangkat tema penting: “Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)”.
Dipimpin langsung oleh Kasi Penerangan Hukum Kejati Kepri, Yusnar Yusuf, kegiatan ini dihadiri sekitar 60 peserta dari berbagai unsur aparatur pemerintahan, termasuk para lurah, Babinsa, Bhabinkamtibmas, pengurus PKK, forum RW, tokoh masyarakat hingga perwakilan warga setempat.
Dalam paparannya, Yusnar menegaskan bahwa TPPO merupakan bentuk kejahatan luar biasa (extraordinary crime) dan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia.
Ia menjelaskan bahwa TPPO, atau trafficking in persons, telah diatur dalam Protokol Palermo yang telah diratifikasi Indonesia sejak 2009 serta diatur dalam UU RI No. 21 Tahun 2007.
“Perdagangan orang adalah bentuk perbudakan modern. Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga luka kemanusiaan. Sudah saatnya kita lebih peduli dan bertindak bersama,” tegas Yusnar.
Menurutnya, Provinsi Kepulauan Riau disebut sebagai salah satu wilayah yang rawan TPPO, baik sebagai daerah asal maupun transit korban.
“Hal ini dipengaruhi oleh faktor geografis—yakni jarak dekat dengan Malaysia dan Singapura—dan diperparah dengan tingginya angka kemiskinan, rendahnya pendidikan, hingga maraknya tawaran kerja fiktif,” katanya.
Ia menyebutkan bentuk TPPO yang kerap terjadi antara lain eksploitasi seksual, perdagangan anak, kerja paksa, perdagangan organ tubuh hingga perbudakan domestik.
Sementara itu, modus yang sering digunakan meliputi perekrutan pekerja migran ilegal, pengantin pesanan, hingga penculikan anak jalanan.
Yusnar juga memaparkan berbagai dampak serius TPPO, mulai dari trauma psikologis, kekerasan fisik dan seksual, hingga kematian korban.
Secara sosial, korban sering menghadapi stigma dan dikucilkan. Di sisi negara, TPPO mencoreng reputasi Indonesia dan merugikan secara ekonomi karena hilangnya potensi sumber daya manusia.
Untuk memutus mata rantai TPPO, Kejati Kepri menekankan pentingnya edukasi dan sosialisasi secara masif, pengawasan ketat terhadap situs daring dan agen tenaga kerja ilegal, penguatan regulasi dan kebijakan nasional, pelibatan masyarakat dalam pelaporan dan deteksi dini serta kerja sama lintas sektor, termasuk dengan LSM dan komunitas internasional
“Perang melawan TPPO tak bisa dilakukan sendiri. Dibutuhkan gerakan bersama—lintas sektor dan lintas batas,” ujar Yusnar.(*)