Bintan, LintasKepri.com – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bintan beralasan kesalahan dalam penerbitan dua sertifikat tanah yang sama diatas lahan milik H Dahnoer Yoesoef mengingat sistem alat pemetaan dan pengarsipan berkas yang masih manual, dan kurang memadai sehingga berkemungkinan terdapat berkas yang hilang.
“Pemetaan saat dulu itu tidak secanggih sekarang, alat-alat seperti dulu itu bagaimana,” kata Kepala BPN Bintan, Sugiarto, Senin (17/7) diruang kerjanya.
Sugiarto juga memberitahu bahwa pihaknya tidak pernah mengeluarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) tanah untuk PT Grand Wie Sukses (GWS).
PT GWS sendiri tengah berencana membangun sebuah resort dilahan seluas 1,4 hektare yang diklaim keluarga H Dahnoer Yoesoef diatas lahan miliknya di Kelurahan Malang Rapat, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau.
Tanah seluas 1,4 hektare tersebut dibeli PT GWS dari Niko atas kepemilikan Tengku Amelia, dan Rio atas kepemilikan Kristina Harahap.
Polemik tanah ini muncul ketika H Dahnoer Yoesof selaku pemilik sertifikat yang sama tidak terima tanahnya diduga diserobot perusahaan tersebut.
Dua sertifikat kepemilkan tanah dibeberkan kepada sejumlah wartawan media lokal cetak dan online. Sementara BPN mengakui kesalahannya, dan membenarkan kedua sertifikat tersebut.
“H Danoer Yoesoef punya sertifikat tanah itu, dan itu bukan punya PT GWS, masih punya perorangan. Sampai hari ini pemilik sertifikat tanah tidak pernah mengurus balik nama,” tegas Sugiarto.
Kata Sugiarto pihaknya menerbitkan sertifikat tanah sesuai dengan persyaratan yang dilengkapi pemohon.
“Maka keluarlah izinnya, tapi bisa dilihat kapan tahun terbitnya, siapa yang tanda tangani, kalau yang saya tanda tangani itu kan balik nama,” kata dia.
BPN Bintan tidak mengetahui persis kepemilikan tanah tersebut dari pihak PT GWS hingga proses jual beli antara warga dengan perusahaan. Menurut Sugiarto, proses jual beli tidak melalui pengecekan fisik dari BPN.
“Jadi, jual beli itu tanpa uji materil pun bisa dilakukan jika tidak ada masalah. Karena, proses jual beli tanah itu tidak perlu melewati proses fisik,” ungkapnya.
Sugiarto menjelaskan, proses penjualan tanah meliputi kepemilikan sertifikat penjual tanah diajukan BPN, pemeriksaan berkas, mengajukan sertifikat ke PPAT, dan PPAT menerbitkan jual beli.
“Tanah itu sampai sekarang belum punya PT GWS. Dan perusahaan belum mengurus balik nama, yang punyakan bukan PT GWS,” tegasnya lagi.
BPN tidak menampik jika digugat ke pengadilan apabila permasalahan tanah tersebut tak kunjung usai. Pihak BPN juga berupaya untuk melakukan penelitian atas kepemilikan dua sertifikat tersebut.
“Kami akan melakukan penelitian dulu,” kata Sugiarto.
(Iskandar)