Angka Kekerasan Meningkat, 10 Kampus di Kepri Duduk Bareng Cari Solusi

Lintaskepricom
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menggelar Focus Group Discussion (FGD) terbuka untuk membahas penanganan dan pencegahan kekerasan di lingkungan kampus. Foto: Istimewa.

Lintaskepri.com, Tanjungpinang – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menggelar Focus Group Discussion (FGD) terbuka untuk membahas penanganan dan pencegahan kekerasan di lingkungan kampus.

Diskusi berlangsung di Ruang Rapat Lantai 3 Gedung Daeng Celak, Pulau Dompak, Tanjungpinang, dan dihadiri Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) dari 10 perguruan tinggi di wilayah Tanjungpinang dan Bintan.

Turut serta sejumlah pemangku kepentingan, termasuk Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Gurindam Kepri serta perwakilan Dinas Perempuan dan Perlindungan Anak.

Penggerak Swadaya Masyarakat DP3AP2KB Kepri, Yuli Munir, menjelaskan bahwa FGD ini bertujuan merumuskan langkah konkret untuk menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak yang masih tinggi di Kepri.

Berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMPONI), angka kekerasan terus meningkat setiap tahunnya.

“Kami ingin memperkuat sinergi dengan kampus-kampus, karena lingkungan perguruan tinggi juga menjadi ruang rentan terjadinya kekerasan, terutama terhadap mahasiswa yang jauh dari keluarga dan belum memiliki sistem perlindungan memadai,” ujar Yuli.

Senada dengan itu, Konselor Puspaga Gurindam Kepri, Sudirman Latief, menekankan pentingnya keterlibatan kampus dalam pencegahan kekerasan.

Menurutnya, mahasiswa adalah kelompok rentan karena faktor usia, kemandirian, dan tekanan akademik.

“Perguruan tinggi punya kekuatan lewat Tridharma—pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Maka, pencegahan kekerasan juga bisa masuk dalam aktivitas kampus, termasuk pelatihan dan penyuluhan,” katanya.

FGD ini mendapatkan respons positif dari perwakilan perguruan tinggi.

Beberapa kampus bahkan telah menangani kasus kekerasan di lingkungan mereka. Salah satunya Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), yang mencatat lebih dari 19 kasus kekerasan, termasuk Kekerasan Berbasis Gender Online (KGBO).

“Kasus KGBO seperti video call sex yang bersifat transaksional cukup sering terjadi. UMRAH sudah menangani semua kasus yang masuk, namun kami berharap dukungan lebih, seperti pengadaan rumah aman dan layanan pemulihan psikologis,” ujar Ayu Efrita Dewi, Wakil Ketua TPPK UMRAH.

Sementara itu, kampus lain seperti STAIN SAR juga mengapresiasi kegiatan ini sebagai langkah awal membangun kerja sama strategis dengan pemerintah.

“Meski kampus kami belum ada kasus, kami mendapat banyak pengetahuan dan rencananya akan menjalin MoU ke depan untuk memperkuat perlindungan di lingkungan kampus,” tutur Cut Purnamasari, Kepala Unit Studi Genre Anak dan Keluarga STAIN SAR.

Melalui FGD ini, Pemprov Kepri berharap terbentuknya TPPK di seluruh satuan pendidikan, baik sekolah maupun kampus, dapat memperkuat sistem pelaporan dan layanan kekerasan yang lebih mudah diakses mahasiswa dan masyarakat.(*)

Simak Berita Terbaru Langsung di Ponselmu! Bergabunglah dengan Channel WhatsApp Lintaskepri.com disini